Sukses


Kolom: Cita Rasa F1 GP Amerika Serikat sampai Rio Haryanto

Bola.com, Jakarta - Berbilang bulan, ada pariwara "tidak biasa" beredar di London Underground. Setiap kali bepergian menggunakan komuter ini, terbaca tulisan dalam gerbong, kurang lebih artinya: ayo pelesir ke tempat-tempat beraksen unik. Disertai potret-potret Las Vegas, gurun Nevada, Hollywood, dan seterusnya.

Membalik Kebiasaan 

Hal itu tak pelak membuat penumpang yang tergolong warga setempat tersenyum. Karena pengalaman selama ini: justru wisatawan asal Amerika Serikat-lah yang ke mari karena ingin mendengar aksen penduduk Britania Raya. The Britons yang berkunjung ke sana juga menjadi sasaran perhatian The Americans, karena cengkok yang konon apik lagi seksi.

Aktor Damian Lewis dipuja warga negara itu, karena piawai meniadakan aksen asli dan menjelma menjadi orang Amerika. Sementara aktor Hugh Laurie, diwawancara Ellen DeGeneres tentang istilah khas Inggris yang tidak familier di telinga warga Amerika.

Sekitar beberapa minggu lalu, pariwara di gerbong komuter tadi secara tak langsung diperjelas lewat display di dekat kediaman kami: 2017 Formula 1 United States Grand Prix. Berlatar belakang hitam, tulisan merah dan putih, satu jet darat juga tampil dalam warna itu ditambah selarik warna biru tua. Lalu diapit dua penyanyi sana: Justin Timberlake dan Stevie Wonder.

Inilah rupanya penjelasan visual bahwa secara kultural, sekali F1 "diboyong" ke Amerika Serikat, maka bebaslah dia dari cita rasa Eropa.

Belum lama ini Malaysia menggelar balap jet darat perpisahan alias terakhir kali di Sirkuit Sepang, serta diteruskan penyelenggaraan seri Jepang dalam cuaca buruk, memang keduanya berlangsung di luar Eropa. Demikian pula seri-seri yang digelar di negeri para emir serta Amerika Selatan. Namun nuansa berbeda terasa paling kental di seri Amerika Serikat ini.

Salah satu alasannya, karena negeri Paman Sam juga memiliki balap single seater kebanggaan sekaliber F1: IndyCar Racing. Peminat terbesarnya adalah warga Amerika Serikat serta Kanada.

Sementara F1 adalah produk kelahiran Britania Raya, serta tumbuh subur di Eropa, sebelum akhirnya menjelajah ke berbagai penjuru dunia serta diminati pebalap dari berbagai negara. Untuk kawasan Asia Tenggara, Thailand (Prince Birabongse Bhanudej), Malaysia (Alexander Yoong) dan Indonesia (Rio Haryanto) telah berhasil mencatatkan keikutsertaan di pentas balap paling bergengsi ini. Sayang, Rio Haryanto hanya bertahan setengah musim di F1, hingga musim ini tak lagi bisa dinikmati aksinya, termasuk di GP Amerika Serikat. 

Sementara di mata driver single seater sendiri, dua cabang olahraga otomotif terkenal di masing-masing benua ini sangatlah menantang. Lahirlah para pebalap crossover seperti Juan Pablo Montoya, pemegang gelar Indianapolis 500 (2000, 2015) dan juara seri tujuh kali di F1 (2001-2006). Serta Jacques Villeneuve yang menjuarai Indianapolis 500 (1995), CART PPG Indy Car World Series (1995), dan F1 (1997).

 

2 dari 2 halaman

Kemasan Menarik

Jadi tak heran, untuk menggelar balap jet darat yang lahir di Britania Raya--atau Eropa lebih luasnya--ke ranah Amerika Serikat yang memiliki preferensi berbeda, kemasan perlu diselaraskan. Mr Timberlake dan Mr Wonder pun dijadikan magnet bagi kejuaraan yang berlangsung di Circuit of The Americas (COTA), Austin, negara bagian Texas.

Media otomotif lansiran Inggris juga menawarkan paket nonton F1 di COTA dengan harga menarik. Belum termasuk tiket pesawat, bila dikurskan bernilai sekitar Rp10 juta. Sudah meliputi akomodasi empat hari di hotel terkemuka, tiket masuk weekend race sampai race day, nonton pergelaran musik sepuasnya, ditambah goodie bag berisi earplugs, krim tabir surya, topi, buku program acara, sampai gantungan tiket.

Akankah suasana COTA semeriah seri di "rumah sendiri", yaitu Eropa? Kita simak bersama pekan mendatang. Namun yang jelas, mulai staf, teknisi sampai petugas lapangan berbagai tim F1 mengungkapkan bahwa gelaran di Amerika Serikat adalah salah satu seri favorit mereka.

Selain nuansa balap dan suasana kota berbeda, bisa jadi paparan sinar matahari di Austin yang lebih banyak dibandingkan di sini menjadi alasannya, mengingat langit musim gugur di sini sudah mulai menggelap sekitar pukul tiga sore.

*Ukirsari Manggalani adalah penulis lepas travel dan F1, bersama pasangannya saat ini bermukim di London, Inggris. 

 

Video Populer

Foto Populer