Sukses


PSMS Vs Persija: Drama Juara Bersama dan Tawuran di Final Perserikatan 1975

Bola.com, Jakarta - Bentrok semifinal Piala Presiden 2018 antara PSMS Medan versus Persija Jakarta di Stadion Manahan, Solo, pada 10 dan 12 Februari memunculkan romantisme. Kedua tim masuk jajaran elite kompetisi perserikatan.

Persija jadi tim paling banyak mengoleksi gelar juara perserikatan. Total Macan Kemayoran sembilan kali jadi tim terbaik, yakni pada edisi: 1931, 1933, 1934, 1938 (sebagai VIJ Jakarta), 1954, 1964, 1973, 1975, dan 1979. Sementara itu, PSMS tercatat lima kali jadi kampiun pada edisi: 1967, 1971, 1975 (juara bersama Persija), 1983, 1985.

Persaingan elite sepak bola nasional di dekade 1970-an, seolah hanya milik kedua tim. Hanya Persebaya Surabaya yang mampu bersaing sebagai juara perserikatan yaitu tahun 1978. Pada kompetisi antara tahun 1971-1979, juaranya selalu bergantian antara Tim Macan Kemayoran dan Tim Ayam Kinantan.

Kedua klub banyak melahiran pemain-pemain legendaris yang berkontribusi besar buat Timnas Indonesia. Iswadi Idris, Andi Lala, Soetjipto Soentoro, merupakan deretan pemain top Persija tempo dulu. Di sisi lain, PSMS punya Sarman Panggabean, Parlin Siagian, serta Nobon yang namanya tak kalah tenar. 

Walau sukses di era perserikatan, baik PSMS maupun Persija prestasinya cenderung biasa-biasa saja di kompetisi era Liga Indonesia, yang notabene penggabungan perserikatan dan Galatama.

Persija tercatat juara kompetisi kasta elite sekali saja pada musim 2001. Sementara itu, PSMS belum pernah mengangkat trofi.

Beberapa tahun terakhir PSMS bahkan berkubang di kompetisi kasta kedua. Mereka comeback ke persaingan elite setelah menjadi runner-up Liga 2 2017. Saat perebutan juara mereka dikalahkan Persebaya Surabaya 1-2.

Kondisi Persija sejatinya hampir sama. Walau tidak pernah merasakan degradasi, tim ibu kota tujuh tahun belakangan seperti kehilangan taji sebagai tim besar. Karena problem pendanaan, Persija jarang ada di papan atas. Di Liga 1 2017 baru kembali menggeliat dengan menduduki posisi empat besar klasemen akhir.

Bola.com mengajak pembaca untuk bernostalgia, mengenang duel klasik antara PSMS melawan Persija Jakarta di era perserikatan, yang selalu dinanti pecandu sepak bola Tanah Air. Momen keduanya menjadi juara bersama perserikatan edisi 1975 jadi salah satu pertandingan paling panas, mempertegas rivalitas di antara mereka.

 

2 dari 3 halaman

Penonton Tembus 125 Ribu

Partai final perserikatan 1975 di Stadion Utama Senayan (nama lawas Stadion Utama Gelora Bung Karno) jadi pertandingan yang paling ditunggu-tunggu. Animo penonton amat tinggi.

Koran Pelita edisi 10 November 1975 menyebut penonton pertandingan ini menembus 125 ribu orang, rekor kedua tertinggi sepanjang masa setelah duel puncak perserikatan 1985 yang mempertemukan PSMS kontra Persib Bandung.

Harian Merdeka menggambarkan pertandingan Persija Vs PSMS amat meriah. Dari sebelah kanan tribun nyaring terdengar teriakan suporter: "Hidup Persija...Hidup Persija!"

Kartu merah Iswadi Idris di final perserikatan 1975 memicu keributan antara pemain Persija dengan PSMS (Bola.com/Repro Merdeka)

Sebagai tuan rumah wajar jika Persija mendapat dukungan lebih banyak massa dibanding PSMS. Walau berstatus sebagai tim tamu kubu Ayam Kinantan lebih dulu unggul pada menit ke-10, lewat sumbangsih Parlin Siagian yang memperdaya gawang, Sudarno, lewat permainan kombinasi dengan Mariadi dan Nobon.

Sejak awal PSMS mengambil inisiatif menyerang. Permainan keras ala rap-rap mereka peragakan di lapangan basah yang diguyur hujan.

Persija menyamakan kedudukan lewat gol sundulan Andi Lala. Saat skor imbang pertandingan kian memanas. Kedua tim memperagakan permainan keras menjurus kasar.

Wasit Mahdi Thalib, sibuk mengeluarkan kartu dan memperingatkan pemain di kedua kubu.

Pemain PSMS dan Persija sempat bersitegang saat Sarman Panggabean memotong bola Junaidi Abdillah. Pemain Persija tidak terima rekannya dikasari. Para pemain PSMS tidak mau tinggal diam. Perang mulut dan aksi saling dorong terjadi.

3 dari 3 halaman

Wasit Jadi Kambing Hitam

Konflik terbuka pun meledak usai Iswadi Idris dikartu merah karena tekel keras ke Nobon. Kapten Persija, Oyong Liza, tidak terima dengan hukuman yang dijatuhkan pada kompatriotnya.

Oyong menilai semestinya Iswadi hanya kena kartu kuning, karena pelanggarannya mirip dengan Sarman. "Keputusan wasit tidak adil!" teriak Oyong seperti yang dikutip dari Merdeka di tengah kerumunan aksi protes ke pengadil.

Perkelahian massal antarpemain pecah di lapangan. Pelipis Nobon luka karena kena pukulan sejumlah pemain Persija. Aparat keamanan turun tangan untuk memisahkan.

Ketua Umum PSSI, Kardono, turun ke lapangan. Ia melakukan pembicaraan dengan manajer kedua tim. Sebagai titik tengah ia mengusulkan juara bersama. "Pertandingan sudah terlalu panas, riskan jika dilanjutkan," ujar Kardono.

Pemain PSMS kecewa dengan keputusan PSSI menetapkan mereka sebagai juara bersama Persija di final perserikatan 1975. (Bola.com/Repro Merdeka)

Pertandingan pun dihentikan pada menit ke-40. Persija dan PSMS dinobatkan sebagai juara bersama.

J. Pattisina, manajer Persija lebih banyak diam saat ditanya wartawan. Menyiratkan jika Persija tidak suka dengan keputusan PSSI.

Manajer PSMS, Wahab Abdi, juga tak banyak berkomentar: "Saya besok akan menghadap ke kantor Pak Kardono."

Saat naik podium juara kedua tim terlihat tak semangat. Mereka mau menerima pengalungan medali setelah dipaksa-paksa pengurus PSSI.

"Wasit tidak tegas dan tebang pilih sehingga pertandingan jadi rusak. Pada prinsipnya Persija ingin memenangi pertandingan secara jantan," tutur Oyong Liza seperti dikutip dari buku Gue Persija.

Pembaca Bola.com bisa menyaksikan duel PSMS Vs Persija pada Sabtu (10/2/2018) secara live streaming mulai pukul 19.30 WIB di video bawah ini.

Video Populer

Foto Populer