Sukses


Akhir Tragis Perjalanan Claudio Ranieri Bersama Leicester City

"It's a sign of modern football. The lack gratitude from the owners of the club and who knows else involved in such decision beggars belief" - Gary Lineker

Bola.com - Semua awal pasti menemui akhir, itulah ungkapan yang tepat untuk kebersamaan Claudio Ranieri bersama Leicester City setelah manajemen klub memutuskan untuk memecat sang manajer pada Kamis (23/2/2017). 

Menurut seorang sahabat Claudio Ranieri, Massimo Marianella, sang manajer sama sekali tidak menyangka kalau manajemen akan memberikan kartu merah kepadanya. Marianella berujar kalau keputusan klub dibuat secara tiba-tiba dan tanpa memberi peringatan apa pun kepada Ranieri.

Pemecatan tersebut juga disikapi secara emosional oleh Gary Lineker yang merupakan mantan pemain tim nasional Inggris dan pendukung Leicester City. Lineker menganggap kalau The Foxes telah membuat keputusan yang salah dan menyedihkan.

"Setelah apa yang dilakukan Claudio Ranieri terhadap Leicester City, pihak manajemen membuat sebuah keputusan yang tidak beralasan, tidak dapat dimaafkan dan menyedihkan," tulis Lineker dalam akun Twitter pribadinya.

Selain itu, Lineker juga meyampaikan rasa simpati dengan mengucapkan rasa terima kasih pada akun Instagram miliknya.

 

Grazie Mille per tutti, Claudio.

A post shared by Gary Lineker (@garylineker) on

Sikap emosional yang ditunjukkan Lineker dapat dipahami karena Ranieri dianggap sosok pahlawan bagi pendukung Leicester City. Ranieri merupakan manajer yang bisa mewujudkan sebuah impian yang mungkin sebelumnya hanya angan-angan belaka.

Ranieri datang ke Leicester City pada awal musim 2015-16 sebagai pengganti Nigel Pearson. The Foxes menjadi klub Inggris kedua yang ditangani Ranieri. Sebelumnya, Ranieri pernah menangani Chelsea pada periode 2000-2004.

Bergabung bersama Leicester City, Claudio Ranieri tidak dibebankan dengan target yang berat. Ia hanya harus membuat The Foxes bersaing di papan tengah dan terhindar dari zona degradasi. Namun seiring perjalanan mereka pada musim 2015-16, sebuah impian yang tidak pernah terpikir sebelumnya mulai membumbung tinggi.

2 dari 3 halaman

Ranieri, Ubah Impian Jadi Kenyataan

Leicester City memulai tiga laga awal Premier League dengan performa yang mengejutkan. Sebagai klub yang pada musim sebelumnya bersusah payah untuk menghindari jurang degradasi, Leicester mampu bertengger di posisi puncak klasemen untuk tiga pekan pertama Premier League 2015-16.

Pada saat itu, penikmat sepak bola menganggap keberhasilan Leicester City hanya bersifat sementara. Mereka menduga The Foxes akan kesulitan begitu bertemu klub besar dan hanya bersaing di papan tengah klasemen seiring kompetisi berjalan.

Namun yang tidak disangka adalah Leicester berhasil menunjukkan performa yang konsisten ketika berhadapan dengan klub-klub selain Arsenal dan Liverpool. Sepanjang musim 2015-16, The Foxes hanya menelan tiga kekalahan di Premier League, yaitu dua dari Arsenal dan satu dari Liverpool.

Satu hal yang kurang dapat dipercaya, posisi terburuk Leicester pada musim 2015-16 adalah posisi keenam, yang mereka alami pada pekan ketujuh setelah takluk dari Arsenal.

Leicester kembali ke posisi pertama pada pekan ke-22 Premier League dan setelah itu tidak ada klub lain di Premier League yang mampu mengambil alih posisi pimpinan klasemen dari The Foxes.

Leicester menobatkan diri sebagai juara Premier League 2015-16 pada pekan ke-35. Hal tersebut tidak lepas dari hasil imbang yang dialami Tottenham Hotspur ketika bertandang ke markas Chelsea.

Ranieri sukses menorehkan tinta emas dengan mengantarkan The Foxes menjadi juara Premier League untuk kali pertama (dan mungkin satu-satunya) dalam sejarah klub.

Keberhasilan Claudio Ranieri membawa Leicester menjadi juara Premier League membuat pendukung The Foxes terbang ke langit ketujuh. Lineker yang merupakan bagian dari suporter klub, rela berjanji akan menggunakan celana boxer saja dalam acara televisi yang ia pandu pada musim berikutnya.

3 dari 3 halaman

Kembali Menjadi The Tinkerman

Euforia klub terus berlanjut hingga akhirnya Leicester City memasuki musim 2016-17. Pada awal musim Leicester City mendapat serangan dari klub-klub yang ingin merekrut pemain pilar mereka, yaitu N'Golo Kante, Jamie Vardy dan Riyad Mahrez.

Sementara Ranieri berhasil mempertahankan Vardy dan Mahrez, Leicester City harus merelakan Kante yang hengkang ke Chelsea. Kehilangan Kante membuat permainan Leicester City timpang.

Julukan The Tinkerman yang sempat terlupakan, kembali tersemat kepada Ranieri akibat terus mencari skema permainan yang cocok untuk Leicester City. Selain itu, performa Vardy dan Mahrez juga jauh menurun jika dibandingkan dengan musim sebelumnnya.

Hal yang ditakutkan pun terjadi, kekalahan demi kekalahan dialami Leicester City. Hingga akhirnya mereka berada di papan bawah klasemen. Sebagai klub penyandang status juara bertahan, pencapaian The Foxes dianggap menyedihkan.

Setelah melewati 26 pekan pertandingan Premier League, Leicester bertengger di posisi ke-17 dengan koleksi 21 poin dari hasil lima kemenangan dan enam hasil imbang.

Terancam terdegradasi, manajemen klub yang diwakili Aiyawatt Srivaddhanaprabha, mengumumkan kalau mereka mengakhiri kebersamaan klub dengan Ranieri pada 23 Februari 2017.

"Keputusan ini merupakan tersulit sejak King Power mengakusisi Leicester City. Tetapi, kami mempunyai kewajiban untuk mengutamakan kepentingan jangka panjang klub dibandingkan rasa sentimen individual," ujar Srivaddhanaprabha.

Pernyataan tersebut menjadi akhir dari perjalanan karier Ranieri bersama Leicester. Untuk kali kedua, Ranieri dikecewakan klub Premier League yang telah berhasil ia bangun dan siapkan untuk memperbaiki posisi di kompetisi tersebut.

Arrivederci, Don Claudio!

Sumber: Berbagai Sumber

Saksikan cuplikan pertandingan dari Liga Inggris, Liga Italia, dan Liga Prancis dengan kualitas HD di sini

Video Populer

Foto Populer