Park Joo-bong, Pemain Ganda Terhebat dalam Sejarah Bulutangkis Korsel

oleh Yus Mei Sawitri diperbarui 04 Apr 2020, 12:00 WIB
Park Jo-bong. (BWF)

Bola.com, Jakarta - Jauh sebelum Lee Yong-dae dikenal sebagai pemain ganda mumpuni dan sarat prestasi, Korea Selatan sudah memiliki Park Joo-bong. Tak ada yang berani meragukan kehebatan pria kelahiran 5 Desember 1964 tersebut. 

Deretan gelar milik Park Joo-bong akan membuat setiap pebulutangkis merasa iri. Park mengantongi lima trofi juara dunia, dua dari sektor ganda putra dan tiga dari ganda campuran. 

Advertisement

Park Joo-bong juga berjaya di Olimpiade, yang menjadi panggung tertinggi dan paling bergengsi bagi setiap bintang bulutangkis dunia. Di lemari trofinya, ada satu keping medali emas dan sekeping medali perak dari ajang Olimpiade. 

Jika barisan gelar itu belum cukup, masih ada bukti sahih lain kehebatan Park Joo-bong. Dia mengoleksi sembilan trofi dari All England, salah satu turnamen paling bergengsi dan tertua di kancah bulutangkis.

Jika sepak bola punya Pele dan NBA punya Michael Jordan, maka bulutangkis memiliki Park Joo-bong. Dia pemain hebat yang sulit dicari padanannya. Park lekat sebagai pemain spesialis ganda. Dia sangat menakutkan di sektor ganda putra, serta tanpa ampun saat bermain di ganda campuran.

Kejayaan Park tak diraih dengan mudah. Dia benar-benar berjuang dari nol. Park Joo-bong dikenal sebagai pemain yang sangat rajin. Saat masih junior, Park mendorong dirinya berjuang hingga limit. Setelah memenangi suatu turnamen, dia langsung menggeber latihan dengan berlari di lintasan keesokan paginya.

Dia tak pernah absen berlatih, bahkan saat hari libur. Hasil tidak pernah mengkhianati usaha. Park menetik buah dari kerja kerasnya. 

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini

2 dari 3 halaman

Tanpa Panduan Buku Bulutangkis yang Layak

Lahir di North Jeolla, Park mulai bermain bulutangkis saat duduk di kelas 3 SD di Poongnam, Jeonju, North Jepolla. Seperti banyak atlet top lainnya, Park sangat dipengaruhi oleh ayahnya, yang merupakan seorang guru sekaligus pemain bulutangkis. 

Park mewarisi DNA sang ayah. Dia dengan cepat bersinar, dengan memenangi berbagai kompetisi bulutangkis junior. 

"Saat itu, Korea seperti tanah tandus," kata Park dalam sebuah wawancara beberapa tahun lalu, seperti dilansir Mengnews.joins. 

"Tanpa buku pelatihan yang layak, ayah saya bahkan menerjemahkan majalah Jepang untuk mengajar bulutangkis," imbuh Park. 

Pada usia 16 tahun, Park Joo-bong sudah menembus tim nasional bulutangkis Korea Selatan. Sebagai pelajar SMA, Park yang berpasangan dengan Lee Eun-ku, menyabet titel Denmark Terbuka. 

Saat kariernya mulai menanjak, Park tak mengabaikan pendidikannya. Dia mengikuti filosofi sang ayah bahwa atlet tidak boleh mengabaikan pendidikan. Park Joo-bong masuk ke Universitas Olahraga Nasional Korea di Seoul. Park sebenarnya mendapat tawaran dari Universitas Wonkwang di wilayah Jeolla Utara, tetapi demi masa depan bulutangkisnya memilih kuliah di Seoul.

Pada 1983, Park bertemu Kim Moon-so, yang setahun lebih tua darinya. Selama satu dekade, pasangan tersebut mengukir sejarah di arena bulutangkis dunia. Park mahir bermain di depan net, sedangkan Kim dikenal memiliki servis dan smes menakjubkan. 

Pasangan Park/Kim didaulat sebagai anutan di sektor ganda dunia pada periode 1980-an hingga awal 1990-an. Mereka menjuarai 32 turnamen internasional. Di sektor ganda campuran, Park berjaya bersama Chung Myeong-hee. Mereka mengoleksi 25 titel di turnamen internasional. 

 

3 dari 3 halaman

Demi Emas Olimpiade

Pada Kejuaraan Dunia 1985 di Calgary Canada, Park meraih gelar juara di nomor ganda putra dan ganda campuran sekaligus. Dia juga meraih tiga trofi All England secara beruntun pada 1989 hingga 1991. 

Impian Park meraih medali emas Olimpiade baru terwujud pada 1992. Saat itu, bulutangkis untuk kali pertama dipertandingkan di Olimpiade. Park menyabet medali emas bersama Kim Moon-soo pada nomor ganda putra. Saat itu, nomor ganda campuran belum ditandingkan. 

Pasangan Park/Kim merengkuh medali emas setelah mengalahkan ganda putra Indonesia, Eddy Hartono/Rudy Gunawan, dengan skor 15-11, 15-7. 

Selain Eddy/Gunawan, lawan bebuyutan Park/Kim saat itu adalah ganda Cina, Tian Bingyi/Li Yongbo, dan wakil Malaysia, Razif Sidek/Jalani Sidek. Mereka adalah empat besar ganda putra dunia yang silih berganti menguasai panggung turnamen bulutangkis dunia di era akhir tahun 80-an hingga periode 90-an awal.

Setelah Olimpiade Barcelona 1992, Park/Kim mengumumkan gantung raket. Namun, setelah didesak oleh Asosiasi Bulutangkis Korea (BKA), mereka kembali pada 1993 untuk bermain di Piala Sudirman. Setelah itu, Park kembali pensiun. 

Setelah pensiun dari bulutangkis, Park menjadi asisten dosen di  Korea National Sport University (KNSU). Namun, dia memutuskan kembali turun gunung pada Olimpiade 1996 setelah mendengar nomor ganda campuran dilombakan.  Saat mendengar Park comeback, beberapa negara memutuskan menarik mundur mundur wakil mereka di ganda campuran dan fokus ke nomor lain. 

Namun, saat itu pasangan Park di sektor ganda campuran, Chung, telah pensiun. Park Joo-bong dan BKA sempat berselisih tentang siapa yang menjadi partnernya. Park akhirnya berpasangan dengan Ra Kyung-min. 

Sayangnya, perjudian Park kali ini tak berbuah medali emas. Pada partai final, Park/Ra kalah dari sesama ganda campuran Korea Selatan, Kim Dong-moon/Gil Young-ah, dengan skor 13-15, 15-4, 15-12.

Setelah Olimpiade 1996 Park benar-benar pensiun. Korea Selatan pun kehilangan salah satu talenta terbaiknya. Setelah pensiun, sejak 2004 hingga sekarang Park menjadi pelatih kepala tim bulutangkis Jepang. Di bawah kepemimpinannya, Jepang saat ini menjadi salah satu negara kuat bulutangkis dunia. Terbukti dengan lahirnya sejumlah pemain wakil Jepang yang sukses menjuarai berbagai turnamen besar, hingga bisa merebut emas Olimpiade Rio 2016 lewat ganda putri Misaki Matsutomo/Ayaka Takahashi.

Park kembali ke KSNU setelah memenangi medali perak Olimpiade 1996. Tawaran datang untuk mengisi posisi pelatih di tim nasional Inggris.

Saat itu, Park langsung meminta untuk absen mengajar di KNSU, tapi ditolak. Park memutuskan keluar dari KSNU. Sikap itu menunjukkan keinginan besarnya melatih di level internasional. Dia ingin belajar bahasa Inggris sembari melatih.

Park juga pernah mencicipi menjadi pelatih tim nasional Malaysia, sebelum menerima tawaran dari Jepang pada 2004. Park Joo-bong masih menjadi pelatih kepala tim nasional Jepang hingga sekarang.

Sumber: BWF, Mengnews.joins, Badminton Planets