Kisah 3 Klub DIY Dikepung Letusan Merapi dan Gempa Bumi 2006

oleh Vincentius Atmaja diperbarui 25 Mei 2020, 10:57 WIB
Trivia - Logo Klub DIY (Bola.com/Adreanus Titus)

Bola.com, Yogyakarta - Sabtu, 27 Mei 2006, menjadi hari yang bakal sulit dilupakan bagi warga di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan beberapa wilayah Pulau Jawa. Bencana alam gempa bumi berkekuatan 5,9 Skala Richter membuat ribuan orang meninggal dunia.

Titik gempa tektonik berpusat di wilayah Pundong, Kabupaten Bantul, terjadi pada pagi sekitar pukul 05.57 WIB. Bumi bergetar dalam durasi 57 detik. Selain banyak korban berjatuhan, dampaknya begitu besar.

Advertisement

Gedung dan rumah warga rata dengan tanah. Kepanikan dan trauma membekas tidak tertinggalkan. Wilayah DIY dan sekitarnya seperti dikepung bencana pada hari-hari itu.

Betapa tidak, sebelum terjadi gempa bumi yang cukup dahsyat, Gunung Merapi di sisi utara Provinsi DIY, mengalami erupsi hebat. Belasan ribu jiwa harus mengungsi akibat letusan Merapi.

Bencana alam secara beruntun dalam waktu singkat, secara tidak langsung memengaruhi kiprah persepakbolaan di wilayah DIY, terutama bagi tiga klub di wilayah tersebut, Persiba Bantul, PSIM Yogyakarta, dan PSS Sleman.

Ketiga klub itu ikut terpengaruh akibat bencana alam gempa bumi yang terjadi 14 tahun silam. Perjuangan ketiga klub tersebut mendapat perhatian dari federasi dengan dinyatakan tidak terdegradasi.

Bola.com merangkum sejumlah hal menarik tentang peristiwa alam yang membuat persepakbolaan di DIY sejenak seperti mati suri kala itu.

Video

2 dari 4 halaman

PSS Selesaikan Penyisihan Grup

PSS Sleman Logo (Bola.com/Adreanus Titus)

Musim 2006, dua klub terbaik DIY sama-sama tampil di Divisi Utama. PSIM Yogyakarta berada di grup barat, sementara PSS Sleman di grup timur. Gempa DIY 2006 terjadi pada 27 Mei, atau saat kompetisi baru memasuki pertengahan musim.

Sebelum musibah gempa itu terjadi, PSS Sleman sebenarnya telah menyelesaikan putaran pertama dengan meraih 16 poin. PSS memiliki skuat cukup komplet pada musim itu. Deretan pemain asing masih berbaju Elang Jawa seperti Anderson da Silva, Fatecha Ojeda, dan Oyedepo George.

Sementara pemain lokal juga tidak kalah kelas, seperti Agus Purwoko dan M. Ansori, Choirul Anam, Busari, Slamet Nurcahyo, Aceng Juanda, Rochi Putiray, dan "Si Kurus" Kurniawan Dwi Yulianto, turut mengisi tim PSS pada musim tersebut.

Berada di bawah asuhan Herry Kiswanto, PSS cukup kesulitan bersaing dengan lawannya di wilayah timur. Terlepas dari adanya gempa bumi dahsyat di wilayah DIY, penampilan PSS tak seperti pada musim 2004 dan 2005 yang mampu menembus posisi empat besar.

"Kami menyelesaikan kompetisi fase penyisihan grup. Hanya, karena force majeure kami minta jadwal ditunda. Ada juga tim lawan yang sudah di Yogyakarta enggan bertanding karena panik," kata Hendrikus Mulyono, mantan manajer PSS Sleman, Minggu (17/5/2020).

"Stadion Maguwoharjo tetap kuat dan aman, tidak ikut terdampak dari letusan Merapi maupun gempa di Bantul. Justru dijadikan tempat pengungsian. Kami juga mendapat bantuan dari federasi," kata Hendrikus Mulyono.

3 dari 4 halaman

PSIM Tak Lanjutkan Kompetisi

Aksi suporter PSIM setelah pertandingan melawan Martapura FC di Stadion Mandala Krida, Yogyakarta (8/8/2019). (Bola.com/Vincentius Atmaja)

Sementara tim PSIM yang juga tampil di Divisi Utama 2006, sebenarnya memiliki jadwal bertanding ke Sidoarjo. Namun, akibat gempa bumi kala itu, skuat Laskar Mataram batal berangkat.

Bandara Adi Sucipto Yogyakarta mengalami kerusakan parah akibat gempa. Jadwal penerbangan menuju Sidoarjo pun dibatalkan, PSIM berkirim surat ke operator kompetisi agar laga ditunda.

"Waktu gempa terjadi semua pemain sedang sarapan pagi. Seketika berhamburan keluar karena panik. Tim memutuskan ke Bandara karena dirasa efek gempa tidak terlalu parah," terang Sekretaris PSIM, Jarot Sri Kastawa.

"Sampai bandara pemandangan kerusakan sangat terlihat. Kami pun berkoordinasi dengan operator kompetisi agar laga di Sidoarjo batal. Hingga akhirnya keluar keputusan bahwa tim dari DIY diperbolehkan tidak melanjutkan kompetisi dan juga tidak didegradasi," ungkapnya.

Beberapa bangunan yang menjadi aset PSIM mengalami kerusakan. Seperti Pendhapa Wisma PSIM, kantor sekretariat tim, hingga Stadion Mandala Krida. PSIM memutuskan tidak melanjutkan kompetisi dan membubarkan diri setelah bencana alam tersebut.

"Bangunan mes pemain tetap aman waktu itu. Kami tidak melanjutkan pertandingan di sisa kompetisi, setelah adanya surat dari PSSI. Kemudian PSIM bangkit kembali pada tahun berikutnya, yakni Liga Djarum 2007," beber Jarot.

4 dari 4 halaman

Persiba Lolos ke Divisi Utama

Persiba Bantul (Istimewa)

Sementara nasib mujur dialami klub Persiba Bantul yang mendapat tiket promosi ke Divisi Utama pada musim 2006. Meski wilayahnya mengalami musibah gempa bumi hebat, Persiba Bantul justru moncer di bawah naungan pelatih Nandar Iskandar.

Seorang pemain Persiba, Ugiek Sugiyanto, bercerita begitu mencekamnya suasana setelah gempa bumi di Bantul 2006. Saat itu tim yang diasuh Rully Nere sedang mempersiapkan jadwal latihan, untuk persiapan laga melawan Persiku Kudus di ajang Piala Indonesia.

"Semua sempat berpikir dampak gempa tidak begitu besar dan tetep ingin berlatih. Tapi, jalanan menjadi kacau, semua disetop di jalan menuju tempat latihan," tutur Ugiek.

Ia menceritakan pagar mes pemain Persiba Bantul begitu kukuh sehingga dapat menahan tembok bangunan yang roboh. Ia sangat panik karena terperangkap di dalam kamar dan sulit untuk keluar.

"Tapi, Alhamdulillah kami Persiba Bantul tetap berprestasi pada tahun itu, tidak ikut mundur. Kemudian ganti pelatih ke Nandar Iskandar dan naik ke Divisi Utama," jelas sang pemain.