Sukses


    Jendi Panggabean, Asian Para Games 2018, dan Motivasi dari Orang Tua

    Bola.com, Jakarta - Perenang andalan Indonesia, Jendi Panggabean, tak pernah setengah-setengah dalam mengejar prestasi. Tak terkecuali menghadapi Asian Para Games 2018, pada 6-13 Oktober. 

    Turun pada empat nomor individual dan dua nomor estafet, Jendi tak mau sekadar berpartisipasi. Dia bertekad menyumbangkan medali bagi Indonesia. 

    Jendi sadar meraih medali di level Asian Para Games bukan misi mudah. Banyak perenang-perenang hebat yang harus ditaklukkannya, terutama dari China, Jepang, Korea Selatan hingga Kazakhstan. Namun, Jendi pantang menyerah sebelum bertanding. 

    Dia selalu berusaha menyemangati diri sendiri. "Kalau untuk memotivasi diri dengan cara melihat catatan waktu, sudah sesuai target atau belum. Kalau belum ditingkatkan lagi," kata Jendi, saat dihubungi Bola.com, Minggu (16/9/2018). 

    "Selain itu termotivasi untuk mempersembahkan sesuatu untuk Indonesia. Ingin membuat Indonesia bangga. Apalagi nanti bertanding di kandang sendiri dan disaksikan oleh masyarakat Indonesia. Jadi itu memberi motivasi lebih," sambung dia.  

    Jendi berharap kedua orang tuannya bisa menyaksikan langsung perjuangannya di Asian Para Games 2018. Bagi Jendi, orang tua merupakan hal terpenting dalam hidupnya. Mereka yang selalu menjadi pelecut semangatnya untuk meraih prestasi setinggi mungkin. 

    "Momen terbaik dalam hidup saya adalah jika bisa membahagiakan orang tua. Sejak saya jadi difabel, bagaimana pun kondisi psikis orang tua pasti terpengaruh. Saya ingin membuktikan bisa membuat mereka bangga dengan cara mengharumkan nama Indonesia dan bisa jadi inspirasi bagi orang lain," ujar Jendi Panggabean

     

    2 dari 2 halaman

    Impian Besar

    Ambisi membahagiakan orang tua menjadi resep mengapa Jendi selalu bersemangat mengejar prestasi. Menurut Jendi, kebahagian tersebut sempat terenggut saat dirinya mengalami kecelakaan dan membuatnya kehilangan kaki kiri. 

    Peristiwa pahit tersebut terjadi saat Jendi masih duduk di SD kelas VI. Dia mengalami kecelakaan tunggal sepeda motor di Muara Enim, Sumatra Selatan. Posisi Jendi sedang dibonceng oleh salah seorang temannya. Sang teman hanya mengalami patah tulang, sedangkan Jendi menghadapi kenyataan kaki kirinya hancur dan akhirnya harus diamputasi.

    "Saat kehilangan kaki itu saya merasa menjadi orang gagal. Saya bukan memikirkan soal saya sendiri, tapi saya sedih karena melihat kesedihan orang tua saya," kenang Jendi. 

    Jendi tak terus menerus larut dalam penyesalan. Dia ingin mengembalikan senyum dan kebahagiaan di wajah kedua orang tuanya, pasangan Akmal Yasnudaya dan Misrawati. Bahkan, kalau bisa bahagia melebihi saat dirinya masih punya kaki lengkap. 

    Saat duduk di bangku SMA, Jendi memutuskan menjajal jadi perenang difabel. Dia memilih olahraga itu karena sebelum kehilangan kaki memang sudah bisa berenang.  "Awalnya karena pernah dengar ada olahraga renang untuk difabel. Terus nonton di TV sepertinya mudah," kenang Jendi. 

    Ternyata, berenang dengan hanya satu kaki tak semudah yang dibayangkan Jendi. Dia benar-benar harus belajar keras supaya berenang dengan benar, sesuai standar atlet. 

    Bahkan, demi menempa diri lebih keras, Jendi memilih berlatih bersama perenang yang memiliki kaki normal. Awalnya ada rasa minder dan kurang peracaya diri. Tapi, perlahan Jendi mampu membuang semua pesimisme. Prestasi yang diidam-idamkan mulai sanggup diraih. 

    "Ada momen yang tak pernah bisa saya lupakan. Bapak dan ibu saya menangis bahagia saat saya meraih meraih medali emas pada Peparnas 2012 di Riau. Mereka langsung memeluk saya. Akhirnya mereka kembali bahagia," ujar Jendi. 

    Masih banyak impian yang ingin diraih Jendi, salah satunya kuliah. Namun, dia menunda dulu impian tersebut supaya fokus mengejar prestasi di kancah renang. Perenang kelahiran 10 Juni 1991 tersebut mengaku bukan tipe orang yang bisa mengerjakan dua hal besar sekaligus. Ambisinya saat ini masih berpusat mempersembahkan medali demi medali untuk Indonesia di berbagai ajang internasional. 

    "Demi mewujudkan itu, saya rela menambah program latihan sendiri, kalau bisa disamakan dengan program latihan perenang normal." 

    "Kalau muncul rasa jenuh dan malas, saya langsung ke kolam renang dan mengingat apa yang telah terjadi selama ini. Saya berusaha melawan rasa malas itu," tegas Jendi Panggabean. 

     

    Video Populer

    Foto Populer