Sukses


Cerita Menuju Juventus Vs Ajax Amsterdam: Modal Sebuah Spirit Keajaiban

"50 tahun lalu, Juventus membuat keajaiban kala menaklukkan Ajax, meski kadar pertandingannya hanya persahabatan" -- Hurrà Juventus

STADIO Comunale, di pusat kota Turin, Rabu, 27 Agustus 1969. Menjelang senja, sudah berkumpul 40 ribu pasang mata di stadion yang menjadi sisa dari kemegahan venue pekan olah raga Littoriali XI dan Olimpiade Siswa, keduanya berlangsung pada tahun 1933.

Bukan tanpa alasan jika 40 ribu orang rela berdesak-desakan. Ragam busana menjadi sajian menarik dari para penonton, yang menunjukkan strata sosial. Kala itu, ada kaum buruh, mandor sampai sang pemodal.

Namun, saat menggunakan mata, semuanya menjadi setara. Yup, saat itu terjadi momen penting nan bersejarah; Turin kedatangan Ajax Amsterdam. Euforia sudah terjadi sehari sebelum pertandingan.

Harian Hurrà Juventus menggambarkan, gairah para pecinta sepak bola sudah terjadi pada Selasa. Kala itu, kondisi tersebut menjadi sesuatu yang luar biasa di sebuah kota yang sebelumnya tak terlalu ramai.

Beruntung bagi para Juventini, sebutan fans Juventus, yang mendapat kehormatan menjadi tuan rumah bagi tim raksasa kala itu: Der Amsterdammers. Bukan isapan jempol semata jika Ajax berada di posisi atas Eropa.

Kala itu, mereka memiliki sederet nama tenar. Tak berhenti, sebelum menjadi tamu Juventus, Ajax adalah finalis Piala Champions, yang sayangnya kalah dari AC Milan. Walhasil, kedatangan Ajax dengan status tim kedua terbaik di zona benua Eropa, menjadi magnet.

Para penonton seolah tak peduli dengan Juventus. Maklum, meski mereka pecinta sejati Juventus, rasionalitas ada di dalam kepala. Juventus bukan siapa-siapa, meski menyandang nama besar pada era '30-an. Hal itu pula yang menyadari kalau kekalahan adalah hal biasa.

 

2 dari 5 halaman

Raksasa Ajax

Tapi, pada setiap mata penonton yang hadir di Comunale, adalah aksi para pemain Ajax. Oleh karena itulah, Rabu (27/8/1969) menjadi hari bersejarah karena untuk kali pertama Juventus dan Ajax bersua.

Uniknya, gara-gara pertandingan tersebut, atensi publik tertuju ke Comunale. Turin, kota yang kala itu belum sepadat sekarang, bak sebuah area mati. Nyaris tak ada orang yang 'berkeliaran', karena mereka datang ke stadion.

Faktor keindahan permainan anak asuh Rinus Michels, dengan total football-nya, menjadi magnet. Sementara itu, Juventus yang ditangani Luis Carniglia, hanya ingin belajar. Sejak awal, tak ada ekspektasi tinggi dari fans Juventus.

Namun, semua itu berubah drastis di lapangan. Nama Roberto Vieri, ayah dari eks bomber Juventus, Christian Vieri, menjadi protagonista sempurna. ia menjadi pahlawan kemenangan Juventus. Pada akhirnya, tuan rumah unggul 2-1 atas tim tamu.

Kala itu, koran Hurra Juventus menulis, sosok Vieri sempat mengalami kesulitan sepanjang pertandingan. Namun, ia hadir pada saat yang tepat, dan mampu membawa Juventus unggul dari tim raksasa kala itu, Ajax Amsterdam.

Satu yang unik, pada laga tersebut Juventus mengenakan dua kostum berbeda di setiap babak. Pada paruh pertama, Juventus mengenakan jersey berwarna putih, lalu menggantinya bak warna 'zebra' di paruh kedua.

 

3 dari 5 halaman

Kejar Sejarah Malam Ini

Kini, Rabu 16 Agustus 2019, nyaris 50 tahun lalu. Nuansa tersebut masih terasa. Keajaiban aksi Roberto Vieri dkk menjadi bagian yang bakal mengawal perjuangan Juventus kala menjamu Ajax Amsterdam, pada Leg 2 Babak Perempat Final Liga Champions 2018-2019.

Bukan sebuah kebetulan jika gambran alur dan protagonista di atas seperti yang ada pada Juventus musim ini. Perbedaan terletak pada start musim ini, saat Juventus datang sebagai tim penuh bintang, terutama kala Cristiano Ronaldo bergabung.

Sementara itu, kondisi Juventini juga berbeda, meski tetap menggambarkan satu rasa: asa menjadi juara. Kala itu, Ajax datang sebagai tim raksasa. Kini, Der Amsterdammers-pun datang sebagai tim besar. Diksi besar mengacu pada irisan potensi para pemain muda yang terbukti sudah membahayakan Juventus pada pertemuan pertama.

Kualitas dan soliditas Donny van de Beek, Frenkie De Jong, Dusan Tadic, David Neres dan Hakim Ziyech, menjadi senjata tersembunyi yang bisa meledak di Juventus Stadium, dini hari nanti WIB. Andai tak punya pelor maut, bisa saja sederet ranjau dari Ajax tersebut mampu membuat diam puluhan ribu Juventini di stadion, plus ratusan juta Juventini di seluruh dunia.

Tapi, seperti bersenjata sebuah realitas keajaiban 50 tahun lalu, Juventus bakal mengerti apa yang harus mereka lakukan di lapangan. Punya sederet pasukan berpengalaman menjadi ornamen penting guna menghadapi serbuah anak muda nan cepat dari Ajax.

 

4 dari 5 halaman

Taktik Saat Kalah dari SPAL

Pelatih Juventus, Massimiliano Allegri mengakui kekalahan dari SPAL pada lanjutan Liga Italia Serie A, akhir pekan lalu, menjadi hal biasa. Ia ingin memastikan level kebugaran pemain inti bisa maksimal.

Rumus tersebut terbukti sukses saat Juventus menyingkirkan Atletico Madrid. Butuh tiga gol, Cristiano Ronaldo menjawab lewat kombinasi antara talenta, ketajaman serta komunikasi yang baik dengan rekan setim.

Selain itu, lini belakang yang sempat mengkhawatirkan, terbukti tak sememble kala bertarung di markas Atletico Madrid. Artinya, paket evaluasi sudah lengkap, dan tinggal 'dinyalakan' kala kedatangan Ajax Amsterdam.

Memang, malam ini bukan tugas mudah bagi Juventus. Mereka layak memerhatikan nasib nahas Real Madrid. Unggul di markas Ajax, Real Madrid justru tampil 'uring-uringan' di rumah sendiri, dan pada akhirnya Madridistas di Santiago Bernabeu, harus menangisi kegagalan tim kesayanagn mereka.

Allegri tahu betul hal itu tak boleh terjadi, terutama jika dirinya tak ingin kehilangan pekerjaan sebelum musim berakhir. Walhasil, format 'tak coba-coba' bakal menjadi ancaman bagi Ajax Amsterdam.

 

5 dari 5 halaman

Komposisi Terkuat

Miralem Pjanic, Blaise Matuidi, Paulo Dybala, Mario Mandzukic, Federico Bernardeschi sampai Cristiano Ronaldo, sudah siap meneror setiap jengkal area. Allegri menganggap, kekurangan timnya adalah penyelesaian akhir, sesuatu yang sepanjang dua hari terakhir berstatus 'darurat' pada sesi latihan.

Allegri menjamin, penampilan anak asuhnya tak akan sama dengan apa yang terjadi di markas Ajax Amsterdam. Baginya, mencetak gol cepat penting, namun lebih penting konsistensi mengancam area lawan setelah unggul tersebut.

Selain modal spirit masa lalu dan come back hebat saat bersua Atletico Madrid, Juventus punya beberapa fakta pendukung. Mereka tak terkalahkan dalam 10 pertemuan kontra Ajax, sekaligus menjadi head to head terpanjang di pentas Eropa.

Ambisi besar Juventus untuk menjadi yang terbaik di pentas Liga Champions musim ini membuat mereka bernafsu melangkah ke semifinal. Fakta menyebutkan, Juventus ingin menggapai semifinal ke-3 dalam lima musim terakhir.

Kini, seperti yang tertera pada artikel 'Hurra Juventus', 50 tahun lalu, laga kontra Ajax menjadi titian awal bagi mereka merasakan keajaiban menjadi jawara Liga Champions.

Sumber: Juventus.com

Video Populer

Foto Populer