Sukses


Virus Corona Covid-19 Membuat Malam Indah Atalanta Berubah Jadi Tangis buat Kota Bergamo

Jakarta - Atalanta tengah bersiap melepaskan warga Bergamo dari bayang-bayang dua raksasa Milan, Inter dan AC Milan lewat ajang Liga Champions musim ini. Namun virus Corona Covid-19 berbalik mengantar Sang Dewi-Atalanta dalam mitologi Yunani- ke dalam mimpi buruk yang tidak pernah terpikirkan.

Malam ajaib yang berlangsung sebulan lalu di San Siro, kini berubah menjadi nestapa bagi warga Bergamo. Cengkraman virus Corona Covid-19 harus dibayar dengan mayat-mayat bergelimpangan.

"Ini adalah malam yang indah, mimpi yang indah," ujar kapten Atalanta, Papu Gomez kepada Sky Sports, melukiskan perasaan mereka saat berhasil mengalahkan tamunya, Valencia 4-1 di Giuseppe Meazza (San Siro) pada leg pertama babak 16 besar Liga Champions 2019-2020, sebulan lalu. 

Gomez tidak berlebihan. Sebanyak 40 ribu suporter Atalanta hadir dalam laga ini. Mereka bergembira karena kemenangan itu bakal memudahkan langkah tim kesayangannya menuju babak 8 besar Liga Champions. Melanjutkan mimpi indah mereka di ajang paling kompetitif seantero benua Biru tersebut. 

"Itu benar-benar malam yang luar biasa. Jujur saja, saya tidak berharap semua orang dari Bergamo ada di sini, ini fantastis, unik dan akan selalu kami kenang sepanjang hidup," kata Gomez kala itu. 

Atalanta sebenarnya bukan wajah baru dalam persepak bolaan Italia. Namun selama ini, tim berjuluk La Dea tersebut selalu tenggelam di balik kebesaran dua tim tetangga, yakni AC Milan dan Inter Milan. 

Musim ini pun menjadi momen Atalanta membebaskan diri. Setelah tahun lalu berhasil finis di urutan ketiga klasemen Serie A, Atalanta untuk kali pertama berhak menembus Liga Champions Eropa.

Sebagai pendatang baru, langkah Atalanta terbilang fanstastis. Meski harus bertanding di San Siro karena tidak punya stadion memadai, Atalanta melewati babak penyisihan sebagai runner up Grup C dengan koleksi 7 poin dari 6 laga atau terpaut 7 poin dari pemuncak klasemen Manchester City.  

Sayang harapan yang dibawa Atalanta ternyata jadi salah satu pintu masuk bagi virus Corona Covid-19. Kegembiraan sebulan lalu di San Siro telah berbalik menghandirkan penderitaan bagi Bergamo. Seperti dilansir Goal.com, pelukan dan high five ria fans Atalanta menyambut aksi Gomez, Josip Ilicic dan Hans Hateboer mengobrak-abrik jala Valencia tanpa sadar ikut menyebarkan virus Corona Covid-19 yang saat ini telah membunuh lebih dari 5 ribu jiwa menjangkiti sekitar 59 ribu penduduk Italia.

Malam indah di San Siro kini mendapat julukan menyeramkan. Mulai dari game zero hingga bom biologis, seperti kata Kepala Departemen Pulmonologi di rumah sakit pusat kota Bergamo. 

Kepada Corriere dello Sport, Kamis lalu, ahli Imunologi, Francesco Le Foche, juga menuding hal yang sama. "Mungkin saja ada beberapa pemicu utama dan katalis bagi penyebaran virus ini, tapi pertandingan Atalanta-Valencia berpotensi jadi salah satu di antaranya," ujarnya seperti dilansir Goal.

"Sebulan telah berlalu sejak pertandingan itu, dan waktunya sangat relevan," bebernya.

"Kumpulan ribuan orang, dengan jarak satu sentimeter satu sama lain, terlibat dalam manifestasi euforia seperti berpelukan, berteriak, dan semua itu bisa jadi pertukaran yang sangat besar."

Le Foche bisa membayangkan euforia yang terjadi saat itu. Menurutnya, para pemilik tiket tidak ada yang ingin melewatkan pertandingan tersebut. Bahkan saat mereka demam sekalipun.  

"Tapi saat itu, semuanya memang belum cukup jelas. Tidak ada yang berpikiran akan seperti ini."

 

Saksikan juga video menarik di bawah ini:

2 dari 3 halaman

Anggap Remeh

Menurut data worldometers.info, kasus virus Corona Covid-19 pertama kali ditemukan di Italia, pada 15 Februari 2020. Namun saat itu, jumlahnya baru 2 kasus. Sedangkan lima hari berikutnya saat Atalanta bertemu Valencia bertemu di San Siro Stadium, korban di Italia hanya bertambah satu orang. 

Meski demikian, tanda-tanda virus menyebar di kerumunan suporter sudah mulai terlihat beberapa hari kemudian. Empat orang suporter Valencia yang hadir dalam laga tersebut menunjukkan gejala Covid-19 dan harus menjalani serangkaian tes saat kembali ke negaranya. Sementara seorang wartawan dari Valencia yang hadir pada pertandingan itu juga telah didiagnosa positif terjangkit virus Corona baru.  

Di Italia, jumlah pasien juga sudah melonjak dratis. Sepekan setelah pertandingan itu, setidaknya terdapat 650 kasus positif Covid-19 di mana 17 orang dinyatakan meninggal dunia. Dan saat itu, pemerintah Italia telah menutup sejumlah kawasan di bagian Utara, termasuk Bergamo. 

Angka pasien terus bertambah dan kini Italia menjadi negara dengan korban terbanyak setelah Tiongkok. Italia yang sudah menerapkan kebijakan lockdown sejak 9 Maret lalu juga menjadi negara dengan angka kematian akibat virus Corona Covid-19 yang paling tinggi di dunia, 5.476 jiwa. 

Bek sayap, Atalanta, Robin Gosens, mengakui bila awalnya mereka tidak memahami bahaya yang mengancam saat pertandingan mereka melawan Valencia dihadiri sepertiga populasi Bergamo. 

"Kami meremehkannya, Covid-19, termasuk saya," kata pemain asal Jerman itu kepada Gazzetta dello Sport. "Saya pikir itu hanya flu biasa. Saya keluar, ke restoran, dan bertemu teman-teman. Kami tidak tahu mengenai musuh ini dan kapasitasnya. Kami baru sadar saat kasus sudah banyak," katanya. 

 

3 dari 3 halaman

Berubah jadi Mimpi Buruk

Saat leg kedua berlangsung di markas Valencia, Italia kondisi sudah semakin parah. Italia sudah menutup diri. Bahkan sempat ada keraguan apakah tim Atalanta diizinkan terbang ke Valencia. 

Pada akhirnya pertandingan tetap digelar tanpa penonton. Atalanta berhasil mengamankan tiket ke babak perempat final usai menang 4-3 dan unggul argegat 8-4 atas tuan rumah Kelalawar Mestalla. Sebelum laga berlangsung, para pemain Atalanta berkumpul di tengah lapangan dan membentangkan spanduk dukungan terhadap Bergamo yang tengah berjuang melawan penyebaran virus Covid-19. 

"Bergamo, ini untuk kalian. Jangan pernah menyerah," bunyi tulisan di spanduk itu. 

Kemenangan ini juga disambut gembira oleh Presiden Atalanta, Antonio Percassi. Menurutnya, pertandingan itu merupaka hiburan bagi warga Bergamo dan Italia yang dalam situasi sulit. 

"Mereka memberikan kami dua jam hiburan dan kesenangan," katanya usai laga. 

Sayang, pertandingan ini juga seharusnya tidak harus dipaksakan. Sebab meski dinyatakan tertutup, ratusan penonton tetap bergerombol di luar Mestalla. Para pendukung Atalanta kemudian menyumbang uang dari pengembalian tiket away mereka kepada rumah sakit di Bergamo. Sebelumnya, mereka sudah diwanti-wanti agar tidak menyambut tim kesayangannya di bandara. 

Sayang sudah terlambat. Korban terus berjatuhan di Italia. Mobil-mobil jenazah setiap hari hilir-mudik mengantar pasien yang meninggal ke lokasi krematorium. Bahkan setelah pertarungan leg kedua berlangsung,  35 persen dari skuat Valencia belakangan dinyatakan positif terjangkit Covid-19.

"Kami tiba sekitar pukul 3:30 pagi pada hari Kamis dan saya segera menyadari bahwa kami telah jatuh ke dalam kenyataan yang kami tahu sangat mengerikan, tetapi tidak pada titik ini," kata pelatih Atatalanta, Gian Piero Gasperini kepada Corriere dello Sport pada 12 Maret.

"Evolusi yang terjadi sejak Minggu sangat signifikan. Itu adalah kehidupan empat hari lalu, lain lagi Senin, dan hari ini dan yang lain," bebernya. "Wabah ini seperti wabah dan hidup kita telah berubah."

Tidak ada yang tahu kapan pandemi global virus Corona Covid-19 bakal berakhir, kapan mobil-mobil jenazah berhenti mengantar korban meninggal di Italia. Namun yang pasti, mimpi indah yang dihadirkan Atalanta sebulan lalu, kini telah berubah menjadi mimpi buruk yang seakan tak berujung. 

 

Sumber asli: Berbagai sumber

Disadur dari: Liputan6.com (Marco Tampubolon, Published 23/3/2020)

 

 

 

Video Populer

Foto Populer