Sukses


Kapten Persebaya Mengenang Legenda Eri Irianto

Bola.com, Surabaya - Skuat Persebaya Surabaya berdoa bersama di lapangan setelah sesi latihan tim di Lapangan Polda Jatim, Surabaya, Selasa (3/4/2018). Doa bersama itu untuk legenda Persebaya, mendiang Eri Irianto.

Tepat pada 3 April 2018, sudah 18 tahun Eri meninggalkan Persebaya, masyarakat Surabaya, dan semua penggamar Bajul Ijo.

Sebagai kapten Persebaya, Rendi Irwan, menyampaikan doa dan kesan-kesan khusus untuk sang legenda.

“Kami setelah latihan tadi sudah menyempatkan doa untuk almarhum yang telah pergi meninggalkan kenangannya bersama Persebaya. Semoga beliau diterima di sisi-Nya, karena kami menghormati beliau sebagai legenda yang pernah membawa nama harum persebaya di kancah sepak bola Indonesia,” kata Rendi kepada Bola.com.

Memori pada 3 April 2000 mungkin tak akan dilupakan Persebaya dan juga Bonek, suporter Persebaya. Pada tanggal itulah, Eri mengalami insiden di Stadion Gelora 10 November, Surabaya.

Saat itu, Persebaya melakoni pertandingan melawan PSIM Yogyakarta dalam lanjutan Divisi Utama 1999-2000. Eri yang juga tampil di laga tersebut bertabrakan dengan pemain PSIM asal Gabon, Samson Noujine Kinga.

Gelandang Persebaya Surabaya kelahiran 12 Januari 1974 itu langsung pingsan dan dilarikan ke RS Dr Soetomo, Surabaya. Pada malam harinya, Eri dinyatakan meninggal dunia karena serangan jantung.

 

2 dari 2 halaman

Nomor Punggung 19

Nama Eri dikenang akibat insiden itu. Manajemen Persebaya memutuskan untuk memensiunkan nomor punggung 19 yang saat itu dipakai Ero. Mes pemain Persebaya di Jalan Karanggayam No. 1 Surabaya juga diberi nama Wisma Eri Irianto.

Usia Eria hanya sampai 26 tahun. Namun, dia meninggalkan banyak kenangan berharga. Dia membawa Persebaya menjadi runner-up Divisi Utama 1998/1999. Selain itu, dia sudah pernah membela Timnas Indonesia dan telah mengantongi 10 caps.

Saat insiden itu, Rendi masih menjadi remaja berusia 13 tahun. Dia belum pernah bertemu dan berbincang secara langsung dengan Eri. Namun, pemain 30 tahun itu menonton langsung pertandingan tersebut.

“Ya, saat itu saya masih remaja. Saya tidak pernah bertemu, tapi sering sekali melihatnya. Saat beliau meninggal melawan PSIM, saya menonton pertandingan itu di stadion bersama ayah saya. Tapi, semua orang sudah tahu bahwa dia adalah legenda di sini,” tandas Rendi.

 

Video Populer

Foto Populer