Sukses


Karier Penuh Drama dan Kontroversi Pelatih Timnas Indonesia, Simon McMenemy

Bola.com, Jakarta - Simon McMenemy sosok yang tengah jadi perbincangan hangat di jagat sepak bola Indonesia beberapa hari belakangan. Kinerjanya sebagai pelatih Timnas Indonesia tengah menjadi sorotan.

Timnas Indonesia menderita dua kekalahan menyakitkan di fase Kualifikasi Piala Dunia 2022 Grup G menghadapi negara tetangga, Malaysia (2-3) dan Thailand (0-3). Buat publik sepak bola Tanah Air itu sebuah aib.

Kritikan keras dilontarkan mantan pelatih Timnas Indonesia U-19, Eduard Tjong. Ia menilai kinerja Simon tak bisa dimaafkan.

"Dua kekalahan terjadi di kandang sendiri. Ini benar-benar memalukan. PSSI sebagai 'pemilik' Timnas Indonesia harus memberhentikan Simon McMenemy. Dia yang bertanggungjawab penuh atas hasil buruk ini," kata Eduard Tjong.

Edu menganalogikan seorang pelatih yang bekerja di sebuah klub. Pada Liga 1 dan 2 musim ini, klub sangat tega memecat pelatih yang dianggap gagal mengangkat prestasi tim.

"PSSI sebagai 'pemilik' klub bernama Timnas Indonesia juga harus tegas. Simon sudah diberi kebebasan memilih pemain. Juga ujicoba di luar negeri. Kalau hasilnya seperti ini, sudah sepantasnya bila Simon diganti. Menurut saya, Timnas pakai pelatih lokal saja," tutur Eduard Tjong.

Mantan arsitek Persis ini pun menyebut 20 pelatih Nasional yang telah lulus dan mengantongi lisensi AFC Pro. "PSSI tinggal memilih siapa di antara 20 orang itu yang pantas memegang Timnas Senior. Saya kira hasilnya akan lebih bagus. Karena ada chemistry antara pelatih dan pemain," ucap Eduard Tjong.

PSSI pun bereaksi. Mereka meminta penjelasan tertulis kenapa Timnas Indonesia bisa kalah melawan Malaysia dan Thailand.

"Kami menunggu laporan dari Simon McMenemy. Nanti juga ada Direktur Teknik PSSI, Danurwindo, yang membuat laporan kepada Komite Eksekutif (Exco) PSSI," ujar Gusti Randa, Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Harian PSSI, di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Jakarta, Selasa (10/9/2019).

Saat di pengujung laga kontra Thailand, sayup-sayup seruan 'Simon Out' dari suporter Timnas Indonesia menggema. Tak menyanggah, Gusti Randa mengakui mendengar teriakan tersebut.

"Tentu (seruan Simon Out) nanti akan saya bawa ke dalam rapat Exco. Silakan Exco menentukan ke depan seperti apa. Ini bagian dari evaluasi," imbuh Gusti Randa.

Benarkah Simon McMenemy belum pantas menjadi pelatih Timnas Indonesia? Bola.com mengurai perjalanan panjang karier nakhoda asal Skotlandia itu, mulai dari saat melatih Timnas Filipina hingga terkini Tim Garuda.

 

2 dari 5 halaman

Berawal dari Facebook

Karier Simon bermula di West Sussex pada tahun 2010, ketika McMenemy memiliki kesempatan percakapan Facebook dengan dua saudara lelaki Filipina, Simon dan Paul Greatwich, yang yang melatih klub amatir Divisi 8 Inggris, Burgess Hill.

Pasangan itu mengatakan kepadanya bahwa pekerjaan tim nasional Filipina kosong dan McMenemy, meskipun menjadi asisten manajer klub amatir Worthing dengan percaya diri memutuskan untuk mencoba melamar. 

Hebatnya, Federasi Sepak Bola Filipina diyakinkan pria berusia 32 tahun tersebut. Dia pun meninggalkan pantai selatan Inggris terbang ke Asia Tenggara.

Tugas pertama McMenemy adalah memimpin pasukan Filipina di ajang Piala 2010. Tim ini dijuluki Azkals selama ini dikenal sebagai tim ayam sayur di persaingan sepak bola Asia Tenggara. 

Namun, di bawah orang Skotlandia, performa Filipina berkembang. Untuk kali pertama dalam sejarah mereka lolos ke semi final, sebelum dikalahkan Timnas Indonesia. McMenemy dan timnya mendadak jadi figur populer di Negara Pinoy.

"Kami hanya menyadari perubahan pandangan yang terjadi ketika kami kembali," kata McMenemy kepada BBC Sport.

"Ada sejumlah besar orang di bandara untuk menyambut kami. Ada kamera, semua orang melakukan wawancara. Rasanya seperti kelahiran olahraga baru di Filipina.

"Itu benar-benar mengubah lanskap sepak bola negara tersebut. Enam atau tujuh tahun terakhir sejak itu terjadi, sepak bola telah meledak. Sekarang ada liga profesional yang berjalan di sana, dan klub yang memenangkan liga memenuhi syarat untuk Liga Champions Asia. Itu semua berasal dari kami sukses. Kami adalah bola salju yang didorong dari atas tebing.

"Itu benar-benar dongeng."

Dongeng dengan cepat berubah menjadi masam, ketika Simon McMenemy,  didepak beberapa pekan usai perhelatan turnamen. Ia diganti pelatih asal Jerman, Michael Weiss.

3 dari 5 halaman

Gagal 2 Kali di Indonesia

Yang terjadi selanjutnya Simon mengembara menangani klub-klub di Vietnam, Indonesia, dan Maladewa yang proses negosiasinya berjalan unik, lewat jejaring sosial, Twitter.

Karier pelatih kelahiran 6 Desember 1977 itu di kompetisi profesional Indonesia tak bisa dibilang mulus.

Ia didatangkan Mitra Kukar di musim 2011–2012. Tim Naga Mekes, klub promosi yang tengah membangun eksistensi menggaetnya Simon bareng veteran Premier League, Marcus Bent. Agen pemain, Hardimen Koto, jadi King Maker kedatangan Simon.

"Simon pelatih berkelas yang akan bagus untuk Mitra Kukar yang tengah membangun image," tutur Hardimen ke Bola.com di bulan Oktober 2011.

Namun, karier sang arsitek di Tanah Borneo pendek. Ia dipecat jelang berakhirnya putaran pertama Indonesia Super League. 

"Berdasarkan hasil evaluasi seluruh jajaran manajemen, kami putuskan untuk memutus kontrak Simon McMenemy," ujar Ketua Umum Mitra Kukar Endri Erawan.

Endri menyebut Simon kesulitan beradaptasi dengan sepak bola Indonesia karena kendala bahasa. "Instruksinya disampaikan lewat bahasa Inggris yang kurang dipahami oleh para pemain," ujar Endri.

Sebelum mendepak Simon, Mitra Kukar terlebih dulu memecat Bent karena masalah kebugaran dan prilaku indisipliner. "Ia terlalu banyak mau. Minta banyak fasilitas, tapi tak dibarengi kualitas permainan di lapangan," ujar Endri.

Simon kembali ke Filipina untuk menangani Loyola Meralco Sparks yang berbasis di Manila. Ia kembali ke Indonesia, dengan harapan baru bersama klub Pelita Bandung Raya.

Bandung Raya, klub yang sudah lama mati suri. Mereka kembali ke peredaran sepak bola nasional dengan menggandeng Pelita Jaya.

Sayang, kariernya juga pendek di Kota Kembang. Ia dipecat dan digantikan Darko Janackovic.

Simon kemudian bertualang ke ke Maladewa menangani New Radiant dan kemudian klub Filipina Loyola Meralco Sparks. Baru pada 2017, ia kembali ke Indonesia.

Ketika itu, ia datang usai direkrut Bhayangkara FC, dan langsung membawa The Guardian menjuarai Liga 1 2017. Semusim berselang, ia mengantar Awan Setho dkk finis di posisi tiga besar. Kesuksesan Simon dinilai luar biasa, karena Bhayangkara FC klub yang tak punya basis penonton berlimpah.

Klub yang dimiliki Kepolisian Indonesia tersebut di era Simon memaksimalkan banyak pemain belia. Evan Dimas, Ilham Udin, Awan Setho, Putu Gede, deretan pemain muda pelanggan Timnas Indonesia jadi motor kekuatan The Guardian.

Kepada BBC, Simon bercerita soal serunya berkiprah di dunia sepak bola Indonesia.  Salah satunya keseruan Derby Kalimantan (melawan Persiba Balikpapan) yang memunculkan banyak kontroversi. .

"Di akhir pertandingan, wasit memberi sudut kepada lawan kami. Suporter merangsek ke lapangan, suporter lawan berpendapat itu bola tangan dan seharusnya menjadi penalti.

"Polisi kemudian turun tangan mengembalikan suporter ke tribune,  dan kemudian wasit berubah pikiran dan memberikan pena. Kiper kami menyelamatkannya dan, kondisi kembali rusuh. Kami didorong ke lingkaran tengah dan polisi bersenjata mengepung kami di tengah kerusuhan skala besar dengan melibatkan 15.000 penggemar terjadi di sekitar kami. Semua itu hanya terjadi di Liga Indonesia!" katanya.

Tapi faktanya walau merasa tak biasa menghadapi keajaiban di persepak bolaan Indonesia, Simon McMenemy tak kapok berkarier di negara kita.

 

4 dari 5 halaman

Keajaiban Bhayangkara FC

Pada Januari 2017, ia bergabung dengan Bhayangkara FC yang akan mengarungi kompetisi Liga 1 (nama baru pengganti ISL).

"Aku tahu aku punya satu kesempatan lagi. Saya melihat peluang untuk menebus kegagalan sebelumnya. Meskipun Bhayangkara adalah tim papan tengah namun saya yakin saya bisa membuat mereka menjadi tim yang lebih baik."

McMenemy mulai menyusun tim barunya. Ia banyak belajar dari pengalaman kegagalan di Mitra Kukar dan Pelita Bandung Raya.

"Dalam kesempatanku datang pertama kali ke Indonesia, aku merekrut Marcus Bent dari Birmingham. Dia adalah pria yang luar biasa, pribadi yang menyenangkan, tetapi dia kesulitan beradaptasi baik di dalam maupun luar lapangan, karena dia baru ke Indonesia dan menghadapi kenyataan lingkungan baru sulit.  Saya ingin menghindari itu kembali terulang. Buat apa merekrut Robin van Persie jika Anda harus memfokuskan seluruh waktu Anda untuk membantu Robin van Persie beradaptasi di Indonesia? Ini tidak adil pada pemain lain," cerita Simon soal strateginya membangun tim Bhayangkara FC.

Ia memilih merekrut banyak pemain muda yang haus prestasi dikombinasikan pemain asing yang tak terlalu terkenal tapi punya etos kerja keras.

Salah satu pemain rekrutan Simon adalah: Paulo Sergio, seorang gelandang serang yang pernah dididik di Akademi Sporting Portugal, yang juga menempa bintang dunia, Cristiano Ronaldo.

Sergio jadi pemain kunci DPMM Brunei ketika memenangkan S-League Singapura pada 2015. Sang pemain jadi sosok kunci yang menyatukan skuat muda racikan McMenemy di Bhayangkara.

Secara dramatis Bhayangkara menjadi juara kompetisi, mengkandaskan Bali United dan PSM Makassar, yang lebih diunggulkan buat mengunci gelar.

"Tidak ada yang menyangka kami bisa bersaing di perebutan gelar itu. Cerita kesuksesan kami mirip dengan Leicester City lainnya. Kami bukan tim penyerang namun kami bermain sepak bola yang menarik dan mendominasi pertandingan. Kami bertanding dengan kepercayaan diri dan berharap menjadi yang terbaik. Tak disangka, kami punya keberuntungan besar untuk menjadi juara," ujar Simon. 

Sukses Bhayangkara menjadi juara Liga 1 2017 menyisakan kontroversi. Mereka mendapat injeksi poin tambahan usai bermain imbang 1-1 kontra Mitra Kukar. Kubu lawan dianggap kalah 1-3 karena menggunakan pemain ilegal yang tengah terkena hukuman.

Bali United pesaing utama mereka protes keras, meminta PSSI melakukan penyelidikan.

"Kami dibiarkan gelisah selama dua hingga tiga hari," McMenemy menjelaskan.

"Itu mengerikan. Namun, akhirnya, kami mendapat telepon di tengah sesi latihan dengan mengatakan bahwa kami telah memenangkan liga," timpalnya lagi.

Simon McMenemy menjadi pelatih Inggris pertama yang memenangkan gelar juara di kompetisi Indpnesia. Ia akhirnya membuktikan bahwa keberhasilan awalnya dengan Filipina bukan kebetulan.

"Itu sangat melegakan. Aku masih punya tweet di ponsel yang aku simpan sejak aku tiba di Bhayangkara. Katanya, 'Coach, kamu sudah dua kali di sini. Kenapa kamu kembali?' Itu menjadi motivasi yang luar biasa. Semua yang saya pelajari selama tujuh tahun terakhir, kegagalan dan keberhasilan, semua budaya dan ide yang berbeda, datang bersama-sama untuk membantu membentuk kemenangan gelar. "

 

5 dari 5 halaman

Simon Out!

Dan dunia pun berputar cepat. Simon McMenemy kembali mengalami situasi tak mengenakkan, sama seperti awal-awal dirinya datang ke Indonesia.

Timnas Indonesia menderita dua kekalahan secara beruntun di Kualifikasi Piala Dunia 2022 melawan Malaysia (2-3) dan Thailand (0-2). Desakan memintanya mundur menggelora.

Simon menjadi target kekecewaan suporter setelah timnya kalah 0-3 dari Thailand pada laga kedua Grup G putaran kedua Kualifikasi Piala Dunia 2022 Zona Asia di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Kamis (10/9/2019).

Meskipun mendapatkan desakan mundur, namun Simon McMenemy tetap bergeming dengan pendiriannya. Pelatih asal Skotlandia itu menyebut dirinya masih menjadi sosok yang layak untuk memimpin Timnas Indonesia.

Timnas Indonesia awalnya mampu mengimbangi permainan Thailand pada babak pertama. Namun, situasi berubah pada babak kedua setelah Thailand mencetak tiga gol melalui Supachok Sarachat pada menit ke-55 dan 73' dan gol penalti Theerathon Bunmathan pada menit ke-65.

Setelah peluit panjang, teriakan suporter berupa 'Simon Out' menggema di SUGBK. Namun, Simon meminta suporter untuk bersabar karena segala sesuatu butuh proses di Timnas Indonesia.

"Apakah saya masih layak melatih Timnas Indonesia? Tentu saja. Suporter tentu punya pendapat pribadi, tapi saya di sini mewakili 250 juta penduduk Indonesia dan tidak semua memiliki opini yang sama tentang saya," kata Simon McMenemy usai laga.

Tak hanya Simon yang mendapatkan cemoohan, namun suporter juga menjadikan Andritany Ardhiyasa sebagai target kekecewaan. Meski demikian, Simon mengaku masih yakin dan percaya dengan pemainnya.

"Saya kaget dengan cemoohan suporter. Namun, saya masih yakin dan percaya dengan pemain yang saya miliki. Yang jadi masalah adalah terkadang harapan suporter Timnas Indonesia yang tidak sesuai dengan realita," tegas pelatih Timnas Indonesia itu.

Pastinya kekalahan ini menambah penderitaan Timnas Indonesia di Kualifikasi Piala Dunia 2022 Zona Asia. Pasukan Merah Putih terdampar di dasar klasemen dengan koleksi nol poin.

Pada laga selanjutnya, Timnas Indonesia akan bertandang ke markas Uni Emirat Arab yang digelar pada 10 Oktober 2019. Ini menjadi momentum kebangkitan Alberto Goncalves dkk untuk tetap menjaga asa meraih tiket ke Piala Dunia 2022.

Simon McMemeny butuh muzizat untuk menyelamatkan kariernya sebagai nakhoda Timnas Indonesia.

Sumber: BBC

Video Populer

Foto Populer