Sukses


Wawancara Vijaya Fitriyasa (Bagian 2): Generasi Baru, Janji Tolak Politik Uang di PSSI

Bola.com, Jakarta - Vijaya Fitriyasa menjadi segelintir wajah baru pada bursa pemilihan Ketua Umum (Ketum) PSSI periode 2019-2023. Pemilik klub Liga 3, Jakarta United (JU) ini akan bersaing dengan muka-muka lama seperti La Nyalla Mattalitti dan Rahim Soekasah untuk tampuk kepemimpinan tertinggi induk sepak bola Indonesia tersebut.

Memang, Vijaya itu siapa? Selain menjadi owner JU, Vijaya adalah investor anyar kontestan Liga 2 2019, Persis Solo.

Vijaya mengambil alih sekitar 70 persen saham PT Syahdana Properti Nusantara (SPN) yang memiliki 90 persen saham Persis. Meski belakangan, akuisisi tersebut mendapat gugatan dari 26 klub internal yang mempunyai 10 persen saham tim berjulukan Laskar Sambernyawa itu.

Latar belakang Vijaya adalah pengusaha. Pria berusia 45 tahun ini mengaku berkecimpung di dunia bisnis minyak dan gas.

Vijaya optimistis dapat berkompetisi pada bursa pemilihan Ketum PSSI. Kendati berlabel kuda hitam, figur kelahiran Jakarta, 15 Oktober 1974 ini telah menyiapkan segudang program untuk memperbaiki institusi berumur 89 tahun tersebut.

Mendekati Kongres Pemilihan PSSI di Hotel Shangri-La, Jakarta Pusat pada 2 November 2019, Bola.com membuat artikel khusus untuk membedah setiap calon ketum dan Vijaya adalah calon kedua yang mendapat giliran.

Berikut wawancara eksklusif Bola.com dengan Vijaya di kantornya di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan. Selama prosesi yang memakan waktu lebih dari 45 menit itu, Bola.com mengupas tuntas niatan Vijaya mulai dari pernyataan standar hingga tajam.

2 dari 3 halaman

Tolak Politik Uang

Banyak orang bilang pemilihan Ketua Umum PSSI sarat politik uang, Anda sendiri berpandangan seperti apa?

Kalau saya menolak politik uang. Sekali berbicara politik uang, selanjutnya akan terjebak dengan cara bagaimana saya mengembalikkan uang itu. Tapi saya menawarkan sesuatu baru.

Mereka berapa sih dapat uang dari Caketum PSSI? Sekian ratus juta? Tapi hanya sesaat. Saya menawarkan empat tahun saya bantu mencari uang untuk Asprov PSSI, misalnya. Satu Asprov PSSI butuh Rp3 miliar per tahun. Kalau dikali empat tahun jadi Rp12 miliar. Walaupun uang itu bukan dari saya. Tapi saya bantu advokasi dari pemerintah daerah. Contohnya DKI Jakarta yang APBD-nya Rp88 triliun. Kalau untuk memberikan sepak bola Rp10 miliar saja masa tak mau?

Tanya ke Asprov PSSI DKI, berapa dapat dari Pemerintah DKI? Kecil. Mungkin tak ada. Karena apa? Tak dibantu membuat proposal. Lobi ke gubernur. Ini perlu lobi politik. Ini tugas Ketum PSSI. Bertemu dengan seluruh gubernur se-Indonesia. Supaya Asprov PSSI dapat bantuan. Kalau klub selama ini menurut saya cukup lumayan mendapatkan sponsor dari PSSI. Setiap laga Liga 1 dari hasil sponsor yang memang hak klub. Setahun ada hak siar Rp180 miliar. Sponsor utama yang saya dengar Rp340 miliar. Kalau Rp7,5 miliar dikali 18 klub jadi Rp135 miliar. Tapi Asprov PSSI tak dapat uang. Asprov PSSI harus diberdayakan. Kalau saya tawarkan itu, saya lakukan pendekatan personal. Seharusnya kalau mereka rasional, cita-citakan perbaikan, mereka tak akan memilih karena uang. Tapi memilih karena program.

Siapa pesaing terkuat untuk menjadi Ketum PSSI menurut Anda?

Saya sebut dua. Pak Mochamad Iriawan dan Pak La Nyalla Mattallitti. Pak Iriawan mantan Kapolda Jawa Barat. Sekretaris Utama Lembaga Pertahanan Nasional. Jenderal Polisi bintang tiga. Tentunya secara figur, jauh lebih mentereng dibandingkan saya. Lalu Pak La Nyalla, pernah menjadi Ketum PSSI dan sekarang Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Tentunya lebih mentereng lagi. Tapi saya yakin voters butuh wajah baru. Itu yang membuat saya optimistis.

PSSI punya target untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 2021, target masuk Olimpiade 2024, juga ingin menjadi tuan rumah Piala Dunia 2034. Apakah target tersebut realistis?

Realistis saja selama ranking FIFA diperbaiki. Kalau untuk Piala Dunia U-20 2021 lebih realistis. Kenapa? Karena prestasi timnas U-19 kita lumayan bagus. Tapi untuk timnas senior, saya rasa banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan. Misalnya, ranking FIFA harus diperbaiki. Karena FIFA memilih tuan rumah bukan semata-mata siap secara infrastruktur. Tapi, mereka juga memenuhi syarat peringkat FIFA. Ketika mereka ditunjuk menjadi tuan rumah, mereka berhak lolos ke Piala Dunia tanpa kualifikasi. Artinya, ranking FIFA harus dibenarkan dulu. Kalau tidak anggota FIFA yang lain tak mau milih. Malah, jadi keenakan Indonesia dong. Ranking FIFA jeblok tapi bisa ikut Piala Dunia. Ikut juga nanti cuma jadi penggembira. Kita tidak mau begitu. Menurut saya, itu bisa tercapai kalau ranking FIFA dibenahi. Menurut saya bukan mustahil. Masih ada waktu ke arah sana.

3 dari 3 halaman

Background Pengusaha

Anda terbilang sebagai muka baru di sepak bola Indonesia. Bisa diceritakan rekam jejak Anda?

Saya ini bisnis di sektor minyak dan gas. Saya ada bisnis di oil services. Oil services itu supply peralatan minyak dan gas. Saya punya perusahaan kapal tanker, shipping company. Mengangkut minyak Pertamina. Saya juga ada bisnis di tambang batubara dan tambang nikel. Itu sepintas bisnis saya.

Bagaimana cara Anda merangkul voters?

Saya mencoba diskusi dengan para voters. Beberapa waktu ini sudah mulai jalan. Ada yang secara personal. Seperti mengajak diskusi Asprov PSSI terkait masa depan PSSI. Kemudian pemilik-pemilik klub saya ajak bicara. Baik itu di Liga 1, 2, dan 3. Saya yakin, ketika kita tahu akan program, mereka pasti mendukung. Selama tidak ada intimidasi, apakah dalam bentuk uang, atau tekanan tertentu. Selama voters diberi kebebasan dan independen. Saya yakin mereka akan memilih Caketum PSSI dengan program terbaik.

Satu di antara program saya adalah akan mengisi pengurus PSSI dengan para profesional. Mereka kerja dedikasi untuk PSSI, baik di pusat dan daerah. Mereka juga akan digaji. Selama ini kan tak semua pengurus digaji. Komite Eksekutif (Exco) dan Asprov PSSI tidak digaji. Jadi, sulit untuk meminta pertanggungjawaban seseorang yang tidak digaji untuk melakukan tugasnya. Jadi dapat gaji yang layak secara profesional. Jadi ketika diminta pertanggungjawaban, pasti bisa diminta. Dan kerja mereka akan lebih dedikasi dibanding yang sifatnya sukarela.

Bagaimana penilaian Anda setelah melihat orang-orang lama kembali mencalonkan diri di Kongres Pemilihan PSSI?

Pertama, itu kan hak asasi manusia. Tidak bisa melarang. Selama mereka memenuhi syarat. Yang kedua, saya kembalikan ke voters. Tapi saya harap mereka harus mempertimbangkan masyarakat sepak bola. Yang diinginkan rakyat Indonesia adanya perubahan. Terbukti orang-orang lama gagal melakukan perbaikan di PSSI. Prestasi timnas jeblok. Kemudian manajemen kompetisi berantakan. Regenerasi pemain tidak berjalan dengan baik. Kita akui di timnas yunior bagus prestasinya. Ketika masuk ke senior jeblok. Ini artinya tidak terjadi kesinambungan antara program yunior dan senior. Dari situ, voters bisa menilai, apakah mau memilih orang-orang lama, atau orang baru yang satu visi.

Saya punya klub di Liga 2 dan Liga 3. Bagaimana susahnya mencari sponsor. Bagaimana susahnya mengantur laga karena jadwal yang berantakan. Ini dekeluhkan oleh hampir semua pemilik klub. Belum lagi, misalnya Asprov PSSI yang punya tanggung jawab pembinaan sepak bola usia dini. Mereka kesulitan cari dana karena PSSI hanya sibuk mengurusi kompetisi yang uangnya besar. Yang ini, tak ada uangnya. Harusnya PSSI membantu Asprov PSSI bagaimana mendapatkan dana untuk melakukan pembinaan usia dini. Memang PSSI sudah melakukan itu kepada klub-klub. Tapi itu karena ada sponsornya. Itu yang diurus karena yang ini tak ada sponsor, tak ada perhatian. Saya yakin, kalau mereka diajak bicara dari hati ke hati bahwa mereka kami bantu advokasi dana dari pemerintah daerah, perbaikan fasilitas, saya yakin mereka mau memilih pengurus-pengurus, pemilik klub, anak muda.

Video Populer

Foto Populer