Sukses


Ragam Skema PSM pada Era Kejayaan di Liga Indonesia: 4-4-2 Tajam, 3-5-2 Atraktif

Bola.com, Makassar - Pada awal era 2000-an, PSM Makassar kental mewarnai persaingan papan atas Liga Indonesia. Juku Eja mengawalinya pada 2000 dengan meraih trofi juara dengan mengalahkan PKT Bontang 3-2 pada final yang berlansung di Stadion Gelora Bung Karno (GBK) Senayan, Jakarta.

Setahun kemudian, PSM Makassar kembali menembus partai puncak sebelum takluk 0-1 di tangan Persija Jakarta. Pencapaian itu terbilang lumayan, karena pada tahun sama harus berbagi fokus di Liga Champions Asia. Pada kompetisi kasta tertinggi Asia ini, PSM berhasil menembus 8 Besar.

Pada 2002, langkah PSM tetap gagah meski akhirnya terhenti di semifinal setelah dikalahkan Persita Tangerang di Stadion GBK.

Saat Liga Indonesia memakai sistem kompetisi penuh pada musim 2003 dan 2004, pamor PSM tak pudar. Juku Eja yang ditangani pelatih asal Republik Ceska, Miroslav Janu, dua kali bertengger di peringkat dua setiap akhir musim.

Meski dua kali gagal juara, PSM tetap mendapat apresiasi karena penampilannya terbilang stabil dan menghibur di setiap laga yang mereka mainkan.

Kiprah apik PSM pada periode itu tak lepas dari totalitas manajemen saat itu dalam membangun tim. Materi pemain direkrut berdasarkan skema yang ingin diterapkan pelatih.

Terkait masalah teknis, ada dua skema yang kental mewarnai aksi PSM Makassar pada periode emas ini yang 3-5-2 dan 4-4-2. Lalu siapa saja pelatih dan materi tim Juku Eja saat itu? Berikut rangkuman analisa Bola.com.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini

2 dari 3 halaman

1. Skema 3-5-2 (Juara Liga Indonesia 1999-2000)

PSM Makassar pada musim 1999-2000 itu ditangani Syamsuddin Umar sebagai pelatih kepala. Ia ditopang oleh Henk Wullems (Belanda) yang berperan sebagai Direktur Teknik. Totalitas manajemen dibawah kendali dua bersaudara, Nurdin Halid dan Kadir Halid mendatangkan sejumlah pemain terbaik di Liga Indonesia ke Makassar juga tak bisa dinafikkan.

Pemain berlabel tim nasional seperti Hendro Kartiko, Aji Santoso, Bima Sakti, Kurniawan Dwi Yulianto dan Miro Baldo Banto direkrut. Dua legiun asing, Joseph Lewono (Kamerun) dan Carlos de Mello (Brasil) turut mempersolid penampilan tim.

Mereka ditopang militansi dan semangat pantang menyerang bintang lokal Makassar seperti Ansar Abdullah, Yusrifar Djafar, Ronny Ririn, Syamsuddin Batola, Yuniarto Budi, Alibaba, Rahman Usman plus Ortizan Salossa, anak Papua yang memulai karier profesionalnya bersama PSM.

Dengan materi di atas, Syamsuddin menerapkan skema kesukaannya yakni 3-5-2. Skema dengan tiga pemain belakang ini juga dipakai Syamsuddin ketika membawa PSM meraih trofi juara Perserikatan 1992.

Menghadapi PKT Bontang pada partai final Liga Indonesia 1999-2000, Syamsuddin menurunkan Josep Lewono-Ronny Ririn-Syamsuddin Batola. Nama terakhir berperan sebagai libero atau 'orang bebas' di lini belakang. Sedang di tengah, Bima Sakti dan Carlos de Mello sebagai jangkar tim. Satu gelandang lainnya, Yuniarto Budi, dibiarkan bergerak 'liar' karena memiliki stamina yang bagus.

Di posisi bek sayap, Yusrifar Djafar di kanan dan Ortizan Salossa di kiri. Keduanya bukan hanya dituntut mengawal lini belakang tapi juga membantu lini depan yang dihuni Miro Baldo Bento-Kurniawan Dwi Yulianto.

Pada laga ini, PSM menunjukkan kedalaman materinya. Dua pemain pengganti Rahman Usman dan Aji Santoso berkontribusi besar. Rahman yang mengantikan peran Bento (cedera) mencetak gol kedua PSM pada menit ke-59. Sebelumnya, Juku Eja unggul 1-0 lewat sundulan Kurniawan di menit ke-39. Sedang Aji yang masuk menggantikan Yusrifar pada awal babak kedua melepaskan umpan terukur yang dituntaskan jadi gol oleh Kurniawan pada menit ke-75.

Sukses PSM dengan skema 3-5-2 melengkapi dominasi mereka musim 1999-2000. Tampil atraktif sejak penyisihan Wilayah Timur membuat Juku Eja membuat Juku Eja dijagokan meraih juara. Di Wilayah Timur, PSM berada di posisi pertama dengan mengoleksi 56 poin dalam 26 partai. Selisih gol mereka pun bagus yakni 41-13.

Kiprah apik PSM berlanjut pada 8 Besar di GBK. Sebelum ke semifinal, Bima Sakti dan kawan-kawan menyapu bersih kemenangan di Grup A yang juga dihuni oleh PKT Bontang, Persijatim dan PSMS Medan. Pada empat besar, Juku Eja menyingkirkan Persija Jakarta berkat gol tunggal Bento. Liga Indonesia 1999-2000 juga menjadi pencapaian terbaik Bima Sakti yang meraih penghargaan personal sebagai pemain terbaik.

 

3 dari 3 halaman

2. Skema 4-4-2 (Runner-up 2003 dan 2004)

Manajemen PSM diambil alih oleh duet bersaudara, Erwin dan Sadikin. Dua anak muda yang baru bergelut di sepak bola nasional mendatangkan pelatih asal Republik Ceska, Miroslav Janu. Sebagai pendamping Janu, PSM memakai jasa dua pelatih lokal, Tony Ho dan Assegaf Razak plus Herman Kadiaman (pelatih kiper).

Bersama Janu, PSM akrab dengan skema 4-4-2 yang saat itu masih asing di pentas sepak bola Indonesia. Skema itu mengharuskan pemain memilki mobilitas tinggi. Otomatis dibutuhkan fisik dan stamina yang bagus. Materi pemain direkrut manajemen PSM juga mendukung.

Di sektor pemain asing, PSM mendatangkan dua Uruguay, Ronald Fagundez dan Christian Gonzales yang baru pertama kali merumput di Indonesia. Keduanya ditopang oleh Oscar Aravena, striker asal Chile yang musim sebelumnya bermain di Persela Lamongan.

Sementara di sektor lokal, dua gelandang muda bertenaga, Syamsul Chaeruddin dan Ponaryo Astaman dimainkan sebagai penyeimbang. Belakangan, duet ini juga menjadi pilar tim nasional senior berkat penampilan apik mereka di PSM.

Skema 4-4-2 yang memaksimalkan peran sayap sebagai penyuplai bola ke duet striker jadi optimal di PSM karena dihuni pemain yang pas. Di sisi kanan, Irsyad Aras dan Zain Batola atau Ridwansyah berkolaborasi dengan baik. Begitu pun di kiri yang dihuni Ortizan Salossa dan Ronald Fagundez.

Tak pelak pada musim 2003, duet striker Oscar Aravena-Christian Gonzales jadi momok menakutkan lini belakang lawan. Dalam semusim, duet ini mencetak 58 dari total 68 gol PSM musim 2003. Dengan perincian, Gonzalez 27 gol dan Aravena 31 gol. Nama terakhir menjadi top skorer Liga Indonesia 2003.

Penampilan trengginas PSM juga jadi berkah buat pemainnya secara personal. Enam pemainnya dipanggil masuk tim nasional persiapan Piala Asia 2004. Mereka adalah Charis Yulianto, Jack Komboy, Irsyad Aras, Ortizan Salossa, Ponaryo Astaman dan Syamsul Chaeruddin.

Liga Indonesia 2003 jadi musim fenomenal buat PSM. Hanya satu yang tak mereka miliki yakni trofi juara yang digenggam oleh tim kuda hitam, Persik Kediri.

Dengan mayoritas pemain yang sama, PSM melanjutkan kiprah apik mereka di Liga Indonesia 2004. Hanya Aravena yang kembali ke Persela Lamongan. Manajemen PSM pun mendatangkan Marcelo Ramos yang bergantian dengan German Parillo mendampingi Gonzales dilini depan. Skuat asuhan Janu dengan skema 4-4-2 kian di segani lawan.

Sayang, seperti musim sebelumnya, PSM kembali hanya meraih peringkat dua. Pencapaian kali ini malah lebih menyakitkan karena PSM hanya kalah selisih gol dari Persebaya Surabaya yang meraih trofi juara dengan koleksi 61 poin.

 

Video Populer

Foto Populer