Sukses


Mengenang 20 Tahun Kepergian Legenda Persebaya Si Raja Tendangan Geledek, Eri Irianto

Bola.com, Jakarta - Eri Irianto, adalah gelandang serang yang terkenal dengan tendangan geledeknya. Dia meninggal pada usia 26 tahun usai tampil di laga Persebaya Surabaya melawan PSIM Yogyakarta pada 3 April 2000 di Stadion Gelora 10 November, Surabaya. Sebuah memori suram yang membekas hingga kini.

Ia diduga terkena serangan jantung saat beraksi di lapangan. Sang pemain sempat dibawa ke RSUD Dr Soetomo sebelum akhirnya tak tertolong menghembuskan nafas terakhir. Insiden bermula saat Eri bertabrakan dengan pemain asal Gabon, Samson Noujine Kinga.

Eri pun tidak sadarkan diri dan langsung dilarikan ke rumah sakit. Malam seusai kejadian sang pemain tersebut dinyatakan meninggal dunia karena gagal jantung.

Bejo Sugiantoro yang menjadi salah satu rekan Eri Irianto, mengaku bahwa saat benturan yang terjadi itu ia berpikir hanya benturan biasa. Tak ada yang mengira benturan itu bakal berakibat fatal.

“Jujur awalnya menganggap itu hanya benturan biasa, tetapi saat dibawa ambulance saya merasa sedih, dan langsung berpikir ada sesuatu,” kata Bejo Sugiantoro.

Selesai pertandingan, Bejo juga masih sempat bertemu dengan Eri yang sudah lemah tak berdaya di Instalasi Gawat Darurat RSUD dr Soetomo, Surabaya.

“Saat itu saya khawatir sekali. Bahkan saya datang ke rumah sakit sekitar jam 9 atau 10 malam langsung melihat dan saya melihat dia sampai di kamar jenazah saat itu,” ujar Bejo yang kini menjadi asisten pelatih Persebaya Surabaya.

Pemain yang meninggal di usia 26 tahun itu memang menjadi bagian penting untuk tim berjulukan Bajul Ijo karena ia selalu masuk dalam daftar skuad utama.

Kematian tiba-tiba Eri mengejutkan banyak pihak, pasalnya pemain kelahiran Sidoarjo, 12 Januari 1974, sedang berada di puncak karier. Ia jadi pelanggan Timnas Indonesia periode 1995-1997. Ia adalah sedikit pemain di posisi gelandang yang bisa eksis di perhelatan sepak bola Tanah Air.

 

Video

2 dari 2 halaman

Nomor Punggung Dipensiunkan

Kala itu, mayoritas klub lebih senang memberdayakan playmaker asing asal Amerika Latin dan Afrika. Eri mencuat bareng Fachri Husaini dan Ansyari Lubis, yang disebut-sebut pengatur serangan terbaik yang dimiliki Indonesia di era pertengahan 1990-an hingga awal 2000-an.

Untuk menghormati jasa-jasa Eri buat Tim Bajul Ijo, mes Persebaya di kawasan Karang Gayam kemudian dinamai Wisma Eri Irianto. Nomor punggung 19 yang dikenakan pemain berambut gondrong pun dipensiunkan.

Eri sejatinya mengawali karier di Petrokimia Putra pada musim 1994-1995. Sempat bergabung dengan klub Malaysia Kuala Lumpur FA, Eri kemudian pindah ke Persebaya dengan torehan prestasi runner-up Liga Indonesia 1998-1999.

"Eri sosok pemain pekerja keras, selalu total dalam menjalankan pekerjaannya dan memiliki tendangan yang mematikan buat penjaga gawang lawan," kata Aji Santoso.

"Kami benar-benar merasa kehilangan. Di saat usia emas, dia lebih cepat meninggalkan kami semua," kenang arsitek asal Kepanjen, Kabupaten Malang tersebut.

Aji sempat bermain bersama Eri Irianto selama dua tahun saat sama-sama membela Persebaya. Namun, saat tragedi memilukan 20 tahun silam tersebut, Aji sudah tidak berseragam Green Force.

Kenangan tentang sosok Eri Irianto juga tidak bisa dilupakan Bejo Sugiantoro. Sang mantan libero mengaku cukup dekat dengan pemain asal Sidoarjo tersebut.

"Eri sahabat yang baik dan kenal keluarga saya," jelas ayah kandung bek Timnas Indonesia U-22, Rachmat Irianto itu. Bejo sengaja memberi nama belakang anaknya sama persis dengan nama belakang Eri buat mengenang sang sahabat.

Eri, kata Bejo, bisa menjadi panutan karena sifatnya yang suka menolong. Dia juga punya tendangan geledek yang akan selalu diingat oleh pencinta Persebaya.

Kepergian Eri akan selalu dikenang rekan-rekan setimnya serta suporter fanatik Persebaya. Ia legenda yang tak tergantikan hingga saat ini.

 

Video Populer

Foto Populer