Sukses


Jejak Klub Bhayangkara FC: Karut Marut Identitas Klub hingga Menjadi Juara Liga

Bola.com, Jakarta - Jalan pintas berkiprah di kasta tertinggi Liga Indonesia kerap dilakoni klub. Demi mengejar prestasi instan, banyak klub yang enggan merangkak dari kasta terbawah. Bhayangkara FC, misalnya. Tim ini dulunya bernama Persikubar Kutai Barat.

Saat dualisme menghantam Persebaya Surabaya pada 2010, Persikubar berganti identitas menjadi Persebaya Surabaya untuk mengarungi Divisi Utama (DU) 2011-2012, kompetisi tidak resmi kala itu. Adapun Persebaya yang asli, Persebaya 1927, bermain di Liga Primer Indonesia (LPI) 2011 naungan PSSI.

Cikal bakal lahirnya Persebaya DU, sebutan klub saat itu, banyak dipengaruhi oleh Wisnu Wardhana dan La Nyalla Mattalitti. PT Mitra Muda Inti Berlian (MMIB) lalu ditunjuk sebagai pengelola tim ini.

Seiring dengan matinya LPI pada 2012, Persebaya 1927 ikut vakum. Momentum ini tidak disia-siakan Persebaya DU yang berhasil menjuarai Divisi Utama 2013 untuk promosi ke Indonesia Super League (ISL) 2014.

Dalam perjalanannya, Persebaya DU tidak pernah mendapatkan dukungan maksimal dari Bonek. Maklum, Bonek masih menganggap yang asli adalah Persebaya 1927. Jangan kaget jika banyak Bonek yang menganggap Persebaya DU sebagai klub siluman.

Eksistensi Persebaya DU berakhir pada 2015. Itu bermula dari tidak turunnya rekomendasi Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) untuk Persebaya DU dan Arema Cronus untuk berkompetisi di ISL pada tahun yang sama.

Dari hasil penelusuran BOPI, legalitas Persebaya DU dan Arema Cronus bermasalah. “Kedua klub punya masalah warisan masa lalu yang belum terselesaikan oleh PSSI. Kami ingin juga mencoba masuk untuk mendamaikan dua kelompok yang mengklaim sebagai klub masing-masing itu. Tapi sampai sekarang gagal,” terang Ketua BOPI, Noor Aman pada April 2015.

Meski begitu, kedua klub melawan keputusan BOPI. Namun, kiprah kedua klub tidak bertahan lama setelah kompetisi terpaksa dihentikan di awal musim setelah FIFA menjatuhkan sanksi kepada PSSI.

Video

2 dari 4 halaman

Rentetan Pergantian Nama

Saat kompetisi disetop, Persebaya DU berencana mengikuti Piala Presiden di tahun yang sama. Namun, mereka mendapatkan penolakan dari Mahaka Sport selaku operator turnamen karena adanya tuntutan dari Bonek.

Untuk menuruti permintaan operator, Persebaya DU menambahkan United di belakang nama tim. Jadilah identitas klub menjadi Persebaya United. Di tengah keberlangsungan turnamen, Bonek menyambangi Kantor Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) untuk  mendesak Menpora Imam Nahrawi mencoret Persebaya United dari Piala Presiden.

Demi menyiasati kiprahnya, Persebaya United kembali berganti nama. Kali ini, menjadi Bonek FC. "Alasan memilih nama itu karena kami orang Surabaya," ujar Gede Widiade, CEO Bonek FC, pada September 2019.

Rentetan perubahan nama Persebaya tersebut didasari kekalahan PT MMIB atas gugatan terhadap logo, merek, dan nama Persebaya kepada PT Persebaya Indonesia, perusahaan yang menaungi Persebaya 1927.

Pada fakta persidangan yang digelar 30 Juni 2016 di Pengadilan Negeri Surabaya, terungkap bahwa merek, logo, dan nama Persebaya telah didaftarkan oleh PT Persebaya Indonesia ke Dirjen HAKI Kemenkumham. Kemenangan PT Persebaya Indonesia disambut meriah oleh Bonek. PT MMIB dengan Persebaya DU-nya makin terdesak.

3 dari 4 halaman

Kembali Berganti Identitas

Pada turnamen Piala Jenderal Sudirman, Bonek mengecam Bonek FC karena telah melakukan pencatutan identitas. Tim ini terpaksa berganti nama untuk kesekian kalinya menjadi Surabaya United.

Saat berkiprah di Piala Bhayangkara FC 2016, Surabaya United merger dengan PS Polri. Penggabungan keduanya menghasilkan nama Bhayangkara Surabaya United. Nama ini tetap dipertahankan untuk mengarungi kejuaraan pengganti kompetisi resmi, Indonesia Soccer Championship (ISC) A.

Di tengah keberlangsungan ISC A, Bhayangkara Surabaya United berganti identitas menjadi Bhayangkara FC pada September 2016. Saat itu, tim dengan ciri khas kuning hijau ini bermarkas di Sidoarjo dan berencana merangkul suporter Deltras Sidoarjo, Deltamania.

"Meski kami berganti nama, namun homebase tetap di Sidoarjo. Selain itu, pemain dan ofisial akan merangkul Deltamania sebagai pendukung Bhayangkara FC," ucap Anton Setiaji, Kapolda Jawa Timur ketika itu.

4 dari 4 halaman

Langsung Juara di Kompetisi Resmi Pertama

Bhayangkara FC langsung menjadi juara pada kompetisi pertama yang diikutinya. Di Liga 1 2017, tim berjulukan The Guardian ini keluar sebagai kampiun.

Titel juara Bhayangkara FC pada tahun itu sempat diwarnai kontroversi. The Guardian disebut mendapatkan hadiah tiga poin gratis dari PSSI melalui Komisi Disiplin (Komdis) PSSI.

Pada pekan ke-33 alias dua laga terakhir kompetisi, Komdis menyerahkan kemenangan walk out (WO) untuk Bhayangkara FC terhadap Mitra Kukar. Padahal selama jalannya pertandingan, kedua tim bermain imbang 1-1.

Penyebab kemenangan WO itu karena laporan Bhayangkara FC terhadap marquee player Mitra Kukar, Mohamed Sissoko. Gelandang asal Mali ini disebut dalam status terhukum sehingga tidak boleh bertanding. Kemenangan ini juga mengantar The Guardian ke puncak klasemen menggusur Bali United.

"Kami sudah komunikasikan dengan match commissioner sebelum bertanding dengan menyerahkan daftar pemain. Sissoko kami masukkan juga dalam susunan itu dan tidak ada masalah. Karena tidak ada masalah makanya kami berani mainkan dia. Tapi kalau ada protes dari match commissioner ketika itu melarang Sissoko, pasti kami tidak akan memasangnya," ujar Suwanto, Direktur Operasional Mitra Kukar.

Di akhir musim, Bhayangkara FC berpesta. The Guardian berhasil meraih trofi Liga 1 setelah melewati berbagai permasalahan sejak klub ini terbentuk. Di luar polemik legalitas dan pergantian nama, Bhayangkara FC adalah tim paling konsisten di Liga 1.

Setelah menjadi juara pada 2017, The Guardian mengakhiri musim 2018 dan 2019 di posisi ketiga serta keempat.

Video Populer

Foto Populer