Sukses


Memori Persik Juara LI 2003: Inspirasi Chievo Verona dan Pengorbanan Seorang Pengkhianat

Bola.com, Kediri - Kesuksesan bisa berawal dari sebuah inspirasi yang dibarengi dengan kerja keras dan keseriusan. Hal itulah yang terjadi pada Persik Kediri saat pertama kali meraih gelar juara Divisi Utama 2003, kasta tertinggi saat itu.

Manajer Persik Kediri kala itu, Iwan Budianto, terinspirasi kiprah Chievo Verona, tim promosi Serie A Italia 2002.

"Saya ingin Persik jadi Chievo-nya Indonesia. Kami sama-sama tim promosi di kasta tertinggi. Tim Persik juga seperti Chievo. Tanpa pemain bintang, namun memiliki daya juang dan militansi di lapangan," kata Iwan Budianto saat itu.

Pada Seri A Italia 2002, Chievo tampil luar biasa. Pada pekan ke-10, klub dengan logo Keledai Terbang itu memimpin klasemen sementara dengan tujuh kali kemenangan, dua seri, dan sekali kalah.

Untuk membangun militansi dengan permainan keras seperti Chievo, Macan Putih pun merekrut beberapa pemain baru. Namun, tak satu pun dari mereka berlabel bintang atau penghuni Timnas Indonesia.

Iwan memilih merekrut deretan penggawa asal klub Malang, Persema dan Arema. Ia menilai mereka punya karakter keras dan militansi tinggi. Ada Siswantoro sebagai stoper yang terkenal garang dan bek Didit Thomas.

Mereka disandingkan dengan bek warisan saat menjuarai Divisi Satu 2002, yakni tukang jagal asal Chile, Juan Carlos Tapia dan local hero Heri Supriyanto.

Eks striker Persema, Bamidele Frank Bob Manuel pun diboyong ke Kediri bersama keponakannya, Ebi Theopilus Sukore, yang didatangkan dari Nigeria.

Iwan Budianto juga 'membajak' beberapa bintang Arema, yakni Johan Prasetyo, Suswanto, Wawan Widiantoro, Lukman Harsono, Aris Susanto, dan Kuncoro.

2 dari 3 halaman

Aksi Pembajakan

Aksi pembajakan ini pun jadi awal rivalitas Iwan Budianto dan Persik Kediri dengan Arema bersama Aremania. Bahkan, label pengkhianat pun akhirnya melekat di tubuh Iwan selama menakhodai Persik hingga 2009. Maklum, sebelumnya Iwan Budianto adalah manajer tim Arema.

"Label pengkhianat itu sangat menyakitkan bagi saya. Jika teman-teman Arema dan Aremania paham posisi saya tentu mereka tak menyebut saya seperti itu. Saya asli orang Malang. Keluarga saya tinggal di Malang. Dan, suatu hari nanti, saya akan buktikan bahwa saya bukan pengkhianat," sumpah Iwan Budianto ketika itu dengan mata berkaca-kaca.

Ya. Saat itu posisi sosok yang akrab disapa IB itu memang sangat dilematis. Dia harus memilih menjadi menantu yang patuh kepada mertuanya, HA Maschut, Walikota Kediri saat itu, atau dianggap pengkhianat oleh publik Malang.

Kini, IB sudah menebus dan merehabilitasi label pengkhianat dengan 'menghidupi' Arema FC.

Benih permusuhan poros Kediri-Malang, meletus saat Persik menjamu Arema di Stadion Brawijaya Kota Kediri, 27 Februari 2003. Puluhan ribu Aremania menggeruduk laga sarat emosi dan gengsi ini.

Persik unggul menit ke-8 lewat aksi Bobby Manuel. Namun, laga dihentikan pada menit 58, karena Aremania merangsek ke tengah lapangan. Bentrokan pun tak bisa dihindari. Brawijaya pun bak ladang Kurusetra yang membara. Aksi pembakaran fasilitas stadion pun terjadi.

"Perjuangan memang butuh pengorbanan. Biarkan saya sendiri sebagai tumbalnya. Tapi tekad kami sudah bulat. Saya harus memberi Persik gelar juara," tutur IB saat itu.

3 dari 3 halaman

Kuda Hitam

Iwan Budianto benar-benar mewujudkan ucapannya. Persik Kediri jadi kuda hitam yang mendepak siapa saja yang ingin menghalangi langkahnya jadi kampiun 2003.

Duet Bamidele 'Bobby' Manuel dan Musikan jadi momok menakutkan bagi pertahanan lawan. Kolaborasi trio bek Siswantoro, Juan Carlos, dan Aris Susanto bak benteng kokoh bagi penyerang lawan.

Lini tengah yang dikomandani Harianto bersama Ebi Sukore dan Suswanto juga tak kenal kompromi untuk menghadang serangan lawan.

"Alhamdulillah, prestasi kami sangat luar biasa. Kami lebih baik dari Chievo Verona, inspirator Persik," ucap Iwan Budianto.

Video Populer

Foto Populer