Sukses


5 Perpindahan Pemain yang Meninggalkan Luka Bagi Suporter: Saat Geng Persija Membelot ke Persib

Bola.com, Jakarta - Perpindahan pemain adalah fenomena yang wajar di sepak bola. Namun, akan menjadi kontroversial jika hijrah ke klub rival.

Contohnya ketika rombongan Persija Jakarta menyebrang ke Persib Bandung pada 2011. Total, ada lima pemain tim berjulukan Macan Kemayoran itu yang membelot ke musuh bebuyutan.

Kelimanya adalah Aliyudin, Muhammad Ilham, Muhammad Nasuha, Tony Sucipto, dan Jendri Pitoy. Sehabis membela Persija Jakarta pada 2010-2011, kelimanya hengkang ke Persib.

Keputusan kelimanya menerima pinangan Persib tentu mengundang kontroversi. Suporter Persija, The Jakmania, geram dengan perpindahan tersebut.

Puncaknya ketika kelimanya menyambangi Jakarta untuk melawan Persija dengan seragam Persib. Kelimanya mendapatkan tekanan sepanjang pertandingan dari The Jakmania.

Selain rombongan Persija Jakarta, masih ada lagi perpindahan pemain yang menyisakan luka bagi suporter. Berikut empat di antaranya:

Video

2 dari 5 halaman

Aji Santoso dari Persebaya ke Arema FC

Pencapaian Aji Santoso sebagai pemain terbilang lengkap. Di era Galatama, Aji membawa Arema Malang juara musim 1992-1993.

Pada era Liga Indonesia, ia jadi bagian sukses Persebaya Surabaya dan PSM Makassar meraih trofi juara. Masing-masing pada musim 1996-1997 dan 1999-2000. Di level Timnas Indonesia, Aji menjadi bagian dari skuad Merah Putih meraih medali emas cabang sepak bola Sea Games 1991 di Filipina.

Aji juga pernah mencatatkan diri sebagai pemain dengan rekor transfer termahal. Itu terjadi ketika ia memutuskan meninggalkan Arema menuju Persebaya jelang musim 1996-1997.

Proses kepindahaan inilah yang sempat menuai protes dari Aremania yang tak rela pemain kesayangan mereka pindah ke klub rival. Pada channel youtube Official Persebaya, Aji menceritakan betapa sulitnya dia mengambil keputusan saat itu. Sebagai putra asli Malang, ia tentu mencintai Arema.

"Tapi, saat itu, saya sudah bertekad menjadikan sepak bola bukan sekadar hobi tapi juga sumber kehidupan. Apalagi saat itu, saya juga baru menikah." kenang Aji.

Aji mengungkap momen yang tak bisa ia lupakan di balik kepindahannya itu. "Saat resepsi pernikahan saya sedang berlangsung. Tiba-tiba puluhan Aremania menggelar spanduk yang isinya menolak saya pindah ke Persebaya. Saya tidak marah, saya paham dan mengerti kecintaan mereka terhadap saya. Mereka melakukan itu karena tidak tahu alasan saya," papar Aji Santoso.

Menurut Aji, selain ingin melanjutkan karier lebih baik, ia sebenarnya membantu manajemen Arema yang tengah mengalami krisis finansial.

"Saya pindah ke Persebaya dengan nilai transfer Rp50 juta. Nilai itu cukup untuk biaya operasional Arema 4-5 bulan. Ketika di Arema, gaji saya saja hanya Rp125 ribu per bulan. Padahal saya sudah berstatus pemain Timnas Indonesia," ungkap Aji.

Selain alasan di atas, perhatian manajemen Persebaya saat itu yang intens menghubunginya kian menguatkan tekad Aji untuk pindah. Apalagi ketika Persebaya mengutus Soeroso dan Iswadi Idris menemui Aji di rumah mertuanya di Malang. "Saya diberikan banyak gambaran dan rencana Persebaya."

Perlakukan manajemen dan pelatih Persebaya kepada Aji terbilang baik. Meski datang dari klub rival, Persebaya tetap menyematkan ban kapten kepada Aji. "Alasannya mereka telah lama memantau penampilan dan sikap saya," terang Aji.

3 dari 5 halaman

Indriyanto Nugroho dari Arseto Solo ke Pelita Jaya

Indriyanto Nugroho meroket di sepak bola nasional setelah mengenyam pengalaman lewat program PSSI Primavera 1995-1996. Pemain asal Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah ini menjadi pusat perhatian dengan pemberitaan ketika ia dibeli dengan nilai Rp100.

Nunung, sapaan akrab Indriyanto Nugroho, direkrut Pelita Jaya dari Arseto Solo pada tahun 1996-1997. Saat itu, dua klub eks Galatama, Pelita Jaya dan Arseto Solo berebut untuk memakai jasanya sepulang dari Italia dalam program Primavera. Terjadi perseteruan antara Arseto dan Pelita Jaya.

Setelah menjalani latihan di Italia, Nunung memang sempat pulang ke Solo, untuk berlatih di Diklat Arseto yakni timnya terdahulu. Menuju kariernya ke jenjang profesional, manajemen Arseto tak kunjung memberikan kepastian kontrak untuknya.

Lantas dirinya menerima tawaran Pelita Jaya yang serius meminangnya. Di sisi lain, Arseto mengklaim jadi klub asal Nunung. Alasannya, Nunung pernah terdaftar sebagai pemain Diklat Arseto.

Alhasil, sempat terjadi polemik di media massa dan berujung perdamaian di Sekretariat PSSI di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Jakarta, pada 29 Maret 1996. Pada pertemuan yang sempat berjalan panas itu, manajemen Arseto dan Pelita Jaya akhirnya menemui kesepakatan.

Arseto mau melepas Nunung dengan nilai transfer yang tak masuk akal yakni Rp100. Ini merupakan rekor transfer termurah dalam sejarah sepak bola modern sampai saat ini. Kabar tersebut pun membuat dirinya dicap sebagai mister Mr. Cepek, karena direkrut dengan nominal tersebut pada masa itu.

Saat ditemui Bola.com di rumah lahirnya Pasoepati, Solo, pada 26 Juni 2020, Nunung bercerita panjang lebar mengenai masa-masa sulitnya saat itu. Predikat Mr, cepek sempat membuatnya tertekan, padahal baru merintis sebagai pesepakbola profesional.

"Selama dua tahun itu saya seperti kaget, tertekan. Bagaimana tidak, sebutan pemain cepek selalu ditujukan ke saya," terangnya.

"Saya masih ingat setiap pertandingan di luar, seperti main di Medan, Bandung, atau Padang, banyak penonton yang melempari saya uang koin seratus perak," tutur pemain asal Bekonang, Kabupaten Sukoharjo ini.

Nunung membeberkan cerita proses menerima pinangan dari Pelita Jaya. Sebagai pemain Diklat Arseto, sepulangnya dari Italia, Nunung kembali ke Solo untuk tetap berlatih.

Akan tetapi, tidak ada kepastian dari manajemen Arseto mengenai statusnya untuk ke jenjang profesional. Sebelumnya juga tidak ada ikatan kontrak hitam di atas putih dengan manajemen Arseto, sehingga membuatnya berpaling ke Pelita Jaya.

"Saya juga menunggu langkah manajemen Arseto waktu itu mau bagaimana. Sebagai pemain kan wajar menunggu kepastian. Jujur saja saya tidak ada ikatan apapun dengan Arseto waktu itu, termasuk perjanjian apapun," terangnya.

"Pelita datang datang menawari saya dan terjadi kesepakatan. Kemudian muncul pemberitaan soal mister cepek yang sejujurnya saya tidak tahu apa-apa," lanjut pemain Timnas Indonesia di Piala AFC 1996 ini.

4 dari 5 halaman

Makan Konate dari Arema FC ke Persebaya

Makan Konate membuat keputusan mengejutkan pada awal tahun ini. Diperebutkan banyak klub pada bursa transfer Shopee Liga 1, gelandang asal Mali itu memilih menyebrang ke rival Arema FC, Persebaya Surabaya.

Perpindahannya dianggap tepat karena tim berjulukan Bajul Ijo ini punya ambisi yang lebih besar untuk menjadi juara di musim ini.

Namun, pendukung Arema FC, Aremania, tidak terima dengan keputusan Konate. Cap pengkhianat pun distempelkan kepada mantan pemain Persib Bandung itu.

"Konate merupakan pemain Arema FC yang dipuja dan dicintai Aremania. Tapi kalau sampai dia pindah ke Persebaya, label pengkhianat akan langsung menempel padanya," kata Aremania Korwil Klayatan, Achmad Ghozali sebelum Konate membelot ke Persebaya.

Alasan terbesar Konate menyebrang ke Persebaya disinyalir karena tawaran kontrak yang wah. Dalam smusim, ia dikabarkan menerima gaji hingga Rp 4miliar.

"Kurang lebih mencapai angka itu. Bagi kami, sudah di luar batas kewajaran terkait finansial klub. Tapi bagi dua klub Liga 1 lainnya, harga itu mungkin terjangkau," terang General Manager (GM) Arema FC, Ruddy Widodo.

Konate santai menanggapi kegeraman dari Aremania. Pemain berusia 28 tahun itu menganggap perpindahan ke klub lain merupakan keputusan yang lumrah.

"Saya pesepak bola profesional. Saya suka Indonesia, bukan hanya satu tim saja. Saya keluar dari Arema ke Persebaya juga bukan karena rivalitas. Di luar dari itu, saya pemain profesional," tegas Makan Konate.

5 dari 5 halaman

Evan Dimas dari Barito Putera ke Persija

Kepindahan Evan Dimas ke Persija pada awal 2020 menuai kritikan. Rumah orang tuanya di Surabaya bahkan mendapatkan teror dari pihak yang diduga suporter Persebaya Surabaya, Bonek.

Rumah orang tua Evan dipasangi spanduk bertuliskan "Sepak bola bukan sekedar nilai rupiah". Aksi ini diyakini sebagai bentuk kekecewaan Bonek terhadap kepindahan Evan ke Persija.

Maklum, sebagai orang yang lahir dan besar di Surabaya, Evan dianggap sebagai pengkhianat. Hal itu terjadi karena bergabung dengan Persija yang notabene merupakan rival dari Persebaya.

"Saya mau menyikapi semuanya dengan biasa saja," ucap Evan Dimas ketika itu.

Video Populer

Foto Populer