Sukses


5 Pelatih Asing Timnas Indonesia yang Paling Gemilang saat Jadi Pemain: Shin Tae-yong Banjir Gelar

Bola.com, Jakarta - Dalam perjalanan Timnas Indonesia sejak 1938 hingga saat ini, begitu banyak pelatih dari berbagai belahan dunia pernah singgah untuk menjadi arsitek tim. Sejumlah nama merupakan pelatih kelas dunia, mulai dari Wiel Coerver hingga Shin Tae-yong saat ini.

Bahkan, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Imam Nahrawi pernah mengapungkan sebuah ide untuk merekrut pelatih top kelas dunia untuk Timnas Indonesia. Nama Jose Mourinho sempat muncul jadi wacana pada 2016, di mana saat itu PSSI baru saja lepas dari hukuman FIFA.

Pada perjalanannya, Timnas Indonesia pernah disinggahi pelatih-pelatih yang punya reputasi kelas dunia. Sayangnya kehadiran mereka tak otomatis mengatrol prestasi Tim Merah-Putih di persaingan ASEAN, Asia, atau dunia.

Luis Milla yang pada 2017 mendapatkan kesempatan menangani Timnas Indonesia U-22 dengan pengalaman membawa Timnas Spanyol U-21 menjuarai Euro U-21 2011, pun meleset dari target yang ditetapkan PSSI.

Namun, PSSI dalam perjalanannya memang cukup sering melihat prestasi seorang pelatih di level dunia sebagai pertimbangan untuk bisa mengangkat prestasi Timnas Indonesia.

Berikut lima pelatih asing yang pernah menangani Timnas Indonesia dengan jejak mentereng sebagai pemain:

Video

2 dari 6 halaman

Wiel Coerver

PSSI mendatangkan pelatih asal Belanda, Wiel Coerver, demi target lolos dari Kualifikasi Olimpiade 1976. Coerver pernah meraih gelar Eredivisie Balanda dan Piala UEFA 1973/1974 bersama Feyenoord Rotterdam.

Semasa menjadi pemain, Coerver setia bersama Roda JC. Pelatih kelahiran 3 Desember 1924 ini berhasil memenangi Kejuaraan Belanda 1956.

Selain Timnas Indonesia dan Feyenoord, Coerver juga pernah melatih Sparta Rotterdam, Roda JC Kerkrade dan Go Ahead Eagles. Namun, bukan kiprahnya sebagai pelatih yang membuat Coerver terkenal.

Dia terkenal dengan metode kepelatihannya yang disebut Coerver Method. Metode ini dinilai sebagai sistem kepelatihan paling sukses di era sepak bola modern. Metode ini menggabungkan kemampuan pesepak bola menggiring bola, mengoper, kecepatan, pergerakan satu-lawan-satu, dan penyelesaian.

3 dari 6 halaman

Ivan Toplak

Ivan Toplak merupakan pesepak bola top Yugoslavia pada 1950-an. Semasa masih menjadi pemain, Toplak bermain di posisi striker. Jebolan tim muda Branik Maribor ini mengawali karier seniornya di klub Olimpija Ljubljana.

Empat musim kemudian, ia hijrah ke klub Red Star Belgrade dan bertahan di sana hingga tujuh tahun lamanya. Gantung sepatu pada 1961, Toplak terjun ke dunia kepelatihan pada 1964 dan Red Star Belgrade jadi klub pertama yang ia asuh.

Dua tahun berselang, Toplak hijrah ke Amerika Serikat dan membina karier di sana hingga 1975 bersama California Clippers, klub sepak bola Universitas Stanford, dan San Jose Earthquakes. Pulang ke kampung halaman pada 1976, Toplak didapuk melatih Timnas Yugoslavia.

Ivan Toplak datang ke Indonesia dengan rapor bagus mengantar Timnas Yugoslavia meraih perunggu di Olimpiade Los Angeles 1984. Kehadirannya diharapkan bisa meneruskan kisah sukses pelatih-pelatih asal Eropa Timur macam Tony Poganick serta Anatoli Polosin.

Apesnya, mentor berkewarganegaraan Serbia tersebut gagal total saat dipercaya menakhodai Timnas Indonesia di SEA Games 1993. Padahal, dua tahun sebelumnya Polosin sukses mempersembahkan medali emas.

4 dari 6 halaman

Peter Withe

Peter Withe datang ke Indonesia sebagai pelatih setelah mempersembahkan dua gelar untuk Timnas Thailand di turnamen Piala AFF 2000 dan 2002.

Kehadiran pria yang kini berusia 70 tahun tersebut, membawa perubahan besar bagi sepak bola Indonesia. Ia juga merupakan orang yang menemukan talenta hebat dari Boaz Solossa yang bersinar di Piala AFF 2004.

Walau Indonesia hanya jadi runner-up di Piala AFF, publik sepak bola nasional puas pada performa Tim Garuda yang tampil trengginas sepanjang turnamen sebelum dikalahkan oleh Singapura di laga puncak.

Sebelum banting setir jadi pelatih, Peter Withe adalah pesepak bola tenar di Inggris. Bermain sebagai seorang striker, ia dikenal amat haus gol. Sepanjang kariernya ia mencetak 178 gol dengan satu di antaranya buat Timnas Inggris.

Ia membawa timnya Aston Villa meraih gelar Piala Champions 1981/1982 setelah mengalahkan Bayern Munchen. Kemenangan Aston Villa atas Bayern Munchen di final itu tak lepas dari peran Withe. Ia menjadi orang yang mencetak gol semata wayang kemenangan timnya di laga tersebut.

Selain di Aston Villa, Peter pernah bermain di klub-klub populer di Inggris macam, Birmingham City, Nottingham Forest, dan Newcastle United.

Sayang, di Indonesia mantan penyerang yang dikenal jago dalam duel-duel udara kariernya berakhir tragis. Ia didepak sebagai pelatih Timnas Indonesia, karena gagal membawa Tim Merah-Putih melaju ke semifinal Piala AFF 2007.

5 dari 6 halaman

Luis Milla

Luis Milla adalah pelatih Timnas Indonesia yang datang saat PSSI era Edy Rahmayadi ingin fokus membangun tim dari usia muda. Keberhasilan Luis Milla mengantar Timnas Spanyol U-21 menjuarai Euro U-21 2011 jadi faktor pertimbangan besar.

Luis Milla merupakan mantan pemain Barcelona, Real Madrid, dan Valencia. Bersama Barcelona, Luis Milla pernah menjuarai La Liga 1984/1985, Copa del Rey 1989/1990 serta Piala Winners Eropa 1988/1989.

Prestasinya berlanjut saat berkiprah bersama Real Madrid. Ia menjuarai La Liga 1994/1995 dan 1996/1997 bersama Los Blancos. Sebelum itu, ia juga sempat menjuarai Copa del Rey 1992/1993 dan Piala Super Spanyol 1993 bersama Real Madrid.

Pada akhir karier profesionalnya, Luis Milla sempat berkiprah di Valencia dan meraih gelar Copa del Rey 1998/1999, juara Piala Intertoto 1998, serta dua kali menjadi runner-up Liga Champions pada 1999/2000 dan 2000/2001.

Bicara kepelatihan, Luis Milla memang merupakan sosok yang gemar dengan tim muda. Ia memulai karier tim muda dengan menangani Spanyol U-19 pada 2008 hingga 2010 hingga akhirnya Spanyol U-21 menjadi juara Eropa pada 2011.

Setelah sempat menangani sejumlah klub di Spanyol, Luis Milla mendapat tawaran untuk menangani Timnas Indonesia. Kesuksesan bersama tim muda pun membuat PSSI memintanya untuk menangani Timnas Indonesia dan juga tim muda, di mana Timnas Indonesia U-22 dipersiapkan menuju SEA Games 2017 di Malaysia dan Asian Games 2018 di Jakarta.

Timnas Indonesia U-22 yang saat itu ditargetkan meraih emas SEA Games 2017 di bawah asuhan Luis Milla hanya berhasil meraih perunggu. Namun, pelatih asal Spanyol itu tetap mendapatkan kesempatan untuk memburu target utamanya, yaitu empat besar Asian Games 2018.

Sayang, Luis Milla kembali gagal membawa Timnas Indonesia U-23 meraih targetnya. Indonesia tersingkir di babak 16 besar karena kalah adu penalti dari Uni Emirat Arab.

Setelah itu, Luis Milla kembali ke Spanyol karena tidak mendapatkan kepastian masa depan setelah kontraknya berakhir pada Agustus 2018. Padahal saat itu Timnas Indonesia harus bersiap untuk pergelaran Piala AFF 2018, di mana akhirnya PSSI menunjuk asisten Luis Milla, Bima Sakti, untuk memimpin tim Garuda di AFF 2018.

6 dari 6 halaman

Shin Tae-yong

Shin Tae-yong menjadi pilihan PSSI untuk menangani Timnas Indonesia pada akhir 2019. Pelatih asal Korea Selatan ini terpilih setelah PSSI merasa dirinya lebih cocok dengan Tim Garuda ketimbang Luis Milla yang juga menjadi kandidat saat itu.

Shin Tae-yong merupakan pelatih elite di Korea Selatan. Kiprah terbaru sebelum bergabung bersama Timnas Indonesia adalah mengantar Timnas Korea Selatan berkiprah di Piala Dunia 2018.

Meski berhasil menang 2-0 atas Jerman yang juga tersingkir di babak grup Piala Dunia 2018, Korea Selatan memang tidak berjalan jauh di kejuaraan sepak bola tertinggi yang digelar di Rusia itu. Kekalahan dari Swedia dan Meksiko dalam dua laga pertama membuat Korea Selatan hanya menempati peringkat ketiga di Grup F.

Sebelum itu, Shin Tae-yong membawa Timnas Korea Selatan U-23 menjadi runner-up Piala AFC U-23 2016 dan membantu tim yang sama melangkah hingga perempat final Olimpiade 2016 di Rio de Janeiro.

Jauh sebelum itu, Shin Tae-yong pernah membawa klub Korea Selatan, Seongnam Ilhwa Chunma, menjuarai Liga Champions Asia 2010.

Sebelum menekuni dunia kepelatihan, Shin Tae-yong adalah pemain dengan limpahan gelar di Korea Selatan. Tercatat, mantan pemain berposisi gelandang serang ini enam kali merengkuh trofi K League 1 bersama Seongnam Ilhwa Chunma pada 1993, 1994, 1995, 2001, 2002, dan 2003.

Berbagai penghargaan individual dikoleksi Shin Tae-yong. Berawal dari gelar pemain muda terbaik K League pada 1992, ia juga menjadi pemain terbaik K League pada 1995 dan 2001. Shin Tae-yong juga berhasil menyabet gelar top scorer K League pada 1996.

Shin Tae-yong banting setir menjadi pelatih pada 2005 setelah didapuk sebagai asisten pelatih klub Australia, Queensland Roar FC, klub terakhir yang dibelanya di sepak bola profesional.

Video Populer

Foto Populer