Sukses


4 Duet Stoper Ganas PSM dari Era Ligina Hingga Liga 1: Pemain Lokal Jadi Andalan, Berkolaborasi dengan Legiun Asing

Bola.com, Makassar - PSM Makassar termasuk tim yang konsisten bertahan di jajaran papan atas kompetisi kasta tertinggi Tanah Air, termasuk di era penyatuan kompetisi Galatama dan Perserikatan dengan nama Liga Indonesia yang digelar sejak musim 1994-1995. Begitu pun ketika Liga Indonesia berganti baju menjadi Liga 1 mulai musim 2017.

Pada era Liga Indonesia, PSM Makassar tercatat meraih trofi juara pada musim 1999-2000 dan empat kali runner-up yakni pada 1995–96, 2001, 2003 dan 2004.

Sementara di era Liga 1, Juku Eja mengawalinya dengan bertengger di peringkat tiga dan naik setingkat di posisi runner-up pada musim 2018. Musim berikutnya, PSM memang hanya berada di papan tengah klasemen akhir Liga 1 2019, tapi mereka tetap bisa menegakkan kepala dengan meraih trofi juara Piala Indonesia.

Prestasi yang diraih PSM tak lepas dari totalitas yang ditunjukkan pemain Juku Eja di lapangan serta dukungan suporternya yang militan. Termasuk pemain belakangnya yang kerap tampil tanpa kompromi dalam menghalau serangan lawan, khususnya di posisi stoper.

Sejumlah nama bek tengah PSM yang aksinya kental mewarnai perjalanan PSM di Liga Indonesia dan Liga 1. Sebut saja Alibaba, Ronny Ririn, Syamsuddin Batola, Marcio Novo, Charis Yulianto, Jack Komboy, Jet Donald Laala, Hamka Hamzah, Abdul Rahman, serta bek asing seperti Marcio Novo (Brasil), Charles Lionga, Josep Lewono, Abanda Herman (Kamerun), Ouaja Lantame Sakibou, Nomo Teh Marco (Togo) dan Steven Paulle (Prancis).

Berkat ketangguhan dan determinasi mereka mengawal lini belakang, penampilan PSM secara tim pun terdongkrak. Layaknya tim lain, PSM selalu memakai jasa striker yang bertipe predator pada setiap musim.

Dari antara nama-nama yang tersebut diatas, Bola.com memilih empat duet stoper tangguh berdasarkan kontribusi pencapaian mereka bersama PSM Makassar. Berikut nama dan ulasannya.

Video

2 dari 5 halaman

Marcio Novo-Yeyen Tumena (Liga Indonesia 1995-1996)

Marcio dan Yeyen adalah duet pas di posisi sentral lini belakang PSM Makassar. Marcio dikenal dingin dan memiliki teknik tinggi saat menghalau serangan lawan.

Sementara Yeyen yang masih berusia 19 tahun enerjik dan tanpa kompromi saat mematikan striker lawan. Keduanya paling banyak mendapatkan menit bermain dibandingkan stoper ganas lainnya yang dimiliki PSM seperti Syamsuddin Batola dan Aliba.

Pada musim ini, PSM tercatat 26 kali kebobobolan dalam 30 partai pada penyisiihan Wilayah Timur. Pada babak 12 Besar, PSM yang tergabung di Grup C bersama Persib Bandung, Persipura dan Mataram Indocement mencatat cleansheet dalam tiga pertandingan.

Asisten pelatih Timnas Indonesia, Yeyen Tumena, saat latihan jelang laga kualifikasi Piala Dunia di SUGBK, Jakarta, Senin (2/9). Indonesia akan berhadapan dengan Malaysia. (Bola.com/M Iqbal Ichsan)

Dalam laga semifinal, Marcio Novo malah mencetak satu dari empat gol PSM untuk mengalahkan Persipura dengan 4-3. Sayang, di laga final menghadapi Mastrans Bandung Raya, penampilan PSM mengalami antiklimaks.

Gol Peri Sandria dan Rafni Kotari pada sebelas menit awal membuat Juku Eja gagal mewujudkan target meraih trofi juara perdana di Liga Indonesia.

3 dari 5 halaman

Ronny Ririn-Josep Lewono (Liga Indonesia 1999-2000)

Kegagalan musim 1995-1996 akhirnya dibayar tuntas oleh PSM Makassar yang kembali dikendalikan Nurdin Halid pada 1999-2000. Selain materi pemain yang merata di setiap lini, penampilan apik Juku Eja juga tak lepas dari ketangguhan lini belakangnya.

Pada musim itu, Syamsuddin Umar yang didapuk sebagai pelatih kepala kerap menduetkan Ronny Ririn dan Josep Lewono sebagai stoper. Sementara Syamsuddin Batola bermain sebagai libero.

Ronny dan Josep yang sama-sama berkarakter kuat membuat lini belakang PSM Makassar sangat sulit ditembus lawan. Dalam penyisihan Wilayah Timur, gawang PSM hanya kebobolan 13 gol dalam 26 partai.

Dominasi PSM dalam setiap partai kerap membuat lini belakang terlena. Kondisi ini terjadi pada babak 12 Besar di Stadion Gelora Bung Karno.

Meski PSM menyapu bersih tiga partai dengan kemenangan di Grup yang dihuni PKT Bontang, Persijatim dam PSMS Medan, gawang Juku Eja kemasukan empat gol. Pada laga semifinal, lini belakang tampil lebih disiplin saat PSM mengalahkan Persija Jakarta dengan skor tipis 1-0.

Namun, kelengahan itu kembali terulang saat PSM menghadapi PKT di final. Setelah unggul 3-0, kubu Juku Eja sempat ketar-ketir ketika PKT mampu mencetak dua gol untuk membuat skor menjadi 3-2 pada sepuluh menit terakhir waktu normal.

Beruntung, skor itu bertahan sampai peluit panjang dibunyikan. PSM pun akhirnya mampu meraih trofi juara yang sampai saat ini belum bisa terulang.

4 dari 5 halaman

Charis Yulianto-Jack Komboy (Liga Indonesia 2003 dan 2004)

Ini duet stoper terganas yang pernah dimiliki PSM Makassar. Meski hanya mampu membawa PSM dua kali meraih runner-up, penampilan duet Charis-Jack tetap dikenang suporter PSM.

Saat tampil bersama Juku Eja, keduanya bukan hanya mematikan striker lawan tapi juga piawai membangun serangan plus mencetak gol dalam situasi bola mati.

Dua kaki yang sama kuat dan sundulan mematikan membuat Charis dan Jack bisa leluasa melakukan rotasi di sektor sentral pertahanan. Penampilan mereka yang konsisten membuat bek asing seperti Abanda Herman harus lebih banyak duduk di bangku cadangan.

Pengakuan atas kualitas keduanya ditandai oleh surat panggilan dari PSSI yang sedang mempersiapkan tim menghadapi Piala AFF 2004.

5 dari 5 halaman

Steven Paulle-Abdul Rahman (Liga 1 2018)

PSM Makassar nyaris meraih trofi juara pada Liga 1 2018. Juku Eja hanya kalah satu poin dari sang juara Persija Jakarta yang mengoleksi 62 poin.

Perjalanan semusim PSM kental diwarnai aksi trenginas duet stoper Steven Paulle dan Abdul Rahman yang sama berpostur tinggi besar.

Paulle yang musim sebelumnya berduet dengan Hamka Hamzah mendapatkan musim terbaiknya di Liga 1 2018. Meski kerap dibayangi cedera hamstring, penampilan Paulle tetap mentereng karena ditopang oleh aksi tanpa konpromi Rahman dalam menghalau sekaligus mematikan serangan lawan.

Selepas berduet Paulle, Rahman kemudian berkolaborasi dengan Aaron Evans (Australia) dengan pencapain trofi juara Piala Indonesia.

Video Populer

Foto Populer