Sukses


Flashback Kenangan Ricky Yacobi di Arseto Solo, Klub Legendaris Era Galatama

Bola.com, Solo - Legenda Arseto Solo dan Timnas Indonesia, Ricky Yacobi meninggal dunia karena serangan jantung saat bermain di lapangan ABC, Senayan, Jakarta, Sabtu (21/11/2020).

Jauh ke belakang, nama Ricky Yacobi begitu tenar pada era pertengahan 1980-an. Putra daerah Sumatra Utara itu namanya meroket saat memperkuat Arseto Solo. Bersama Arseto kariernya melesat hingga ke level Timnas Indonesia.

Ia menjadi bintang sekaligus pujaan publik sepak bola Solo pada era kompetisi Galatama. Kualitasnya memang tidak diragukan sebagai juru gedor di lini depan, hingga berhasil membawa Arseto menjuarai Galatama di tahun 1991/1992.

Kabar Ricky Yacobi meninggal dunia Sabtu Pagi sampai ke telinga satu diantara rekannya saat di Arseto, Ahmad Sukisno. Dirinya saat membela tim si Biru Langit pada era Galatama punya kenangan tersendiri dengan sosok Ricky Yacobi.

"Tadi di whatsapp dikabari kalau Ricky serangan jantung pas main bola dan minta doanya. Beberapa menit kemudian dapat kabar meninggal," ungkap Ahmad Sukisno.

"Semoga Ricky khusnul khotimah dan amal ibadahnya diterima di sisi-Nya. Dia orang yang baik," katanya.

Ahmad Sukisno masih ingat betul sosok Ricky Yacobi yang dianggapnya sebagai orang baik. Bahkan dirinya menyebut Ricky adalah tipikal yang pendiam dan tidak pernah neko-neko atau aneh-aneh dengan kebintangan yang ia miliki.

Video

2 dari 3 halaman

Berjaya di Surakarta

Hal itu dibuktikan dalam sebuah momen di lapangan, saat Sukisno membawa bola ingin memberikan umpan ke Ricky Yacobi. Namun rekannya itu dalam pengawalan ketat pemain lawan. Ricky pun memintanya agar bola ditendang saja sekeras mungkin hingga terjadi gol.

"Setelah gol itu, Ricky mendatangi saya dan memberikan apresiasi. Walau secara usia saya lebih senior, Ricky itu orangnya baik dan tidak neko-neko. Saat latihan maupun bermain dia benar-benar menunjukkan etos kerja yang luar biasa," kenangnya.

Arseto didirikan oleh putera Presiden Republik Indonesia kedua, Soeharto, yakni Sigid Harjoyudanto pada 1978. Awalnya, klub ini bermarkas di Jakarta.

Namun, sejak tahun 1983, Arseto hijrah ke Solo, Jawa Tengah, seiring dengan peresmian Hari Olahraga Nasional di Stadion Sriwedari, Solo, pada 9 September oleh Soeharto.

Stadion Sriwedari menjadi markas dari Arseto. Sementara manajemen menyiapkan stadion sendiri, yakni Manahan yang dibangun pada 1989.

Kejayaan Arseto betul-betul terbukti. Beberapa pemain saat masih bermarkas di Jakarta menyatakan tetap ikut bersama Arseto, di antaranya Eduard Tjong, Eddy Harto, dan Hartono Ruslan.

Selama di Solo, Arseto semakin bersinar. Arseto selalu mendapat tempat yang spesial di hati masyarakat Solo.

Meski masuk jajaran klub papan atas, Arseto baru bisa menyabet trofi juara Galatama pada tahun 1992. Ini tak lepas dari skuat yang hebat pada masa itu dan tangan dingin pelatih Dananjaya.

"Arseto hampir selalu berada di empat besar pada klasemen akhir. Kami juga pernah juara ajang invitasi mempertemukan klub Galatama dengan Perserikatan. Kemudian mewakili Indonesia di ajang kompetisi Asia," kata mantan pengurus Arseto, Chaidir Ramli kepada Bola.com, Jumat (8/5/2020).

3 dari 3 halaman

Kini Tinggal Kenangan

Namun, seiring lengsernya Presiden Soeharto, Arseto dibubarkan pada tahun 1998. Kompetisi musim itu ditetapkan force majeure karena kerusuhan. Saat itu juga menjadi jejak terakhir Arseto di sepak bola Indonesia.

Pada 6 Mei 1998, Arseto menjalani pertandingan terakhir selama berkiprah 20 tahun. Laga melawan Pelita Jaya di Stadion Sriwedari berujung kerusuhan hingga menjalar pada peristiwa Mei 1998 yang kelam bagi republik ini.

Arseto Solo memang sudah dibubarkan pada 1998. Namun, tim ini masih aktif menggelar reuni lintas generasi, untuk menjaga kekompakan dan tali silaturahmi. Beberapa waktu lalu, Ricky juga mengikuti reuni.

Video Populer

Foto Populer