Sukses


Dadang Hidayat Komentari Fenomena Tarkam, Kritikan Bobotoh Persib, dan Saran Buat Pemain Muda

Bola.com, Jakarta - Kiprah Dadang Hidayat bersama Persib Bandung tak bisa dibilang fenomenal meski menjadi bagian Maung Bandung saat meraih trofi juara Liga Indonesia 1994-1995. Tapi, pria kelahiran 20 Agustus 1972 tetap mendapat respek di kalangan bobotoh.

Itu semua karena kesetiannya bertahan selama 11 tahun di Persib Bandung tanpa pernah berpaling ke tim lain. Di channel youtube Boboboh TV, Dahi, sapaan akrabnya, mengaku masih sering disapa oleh para Bobotoh meski sudah gantung sepatu pada 2005.

"Tapi, kalau anak muda milenial atau yang lahir pada era 2000-an saya sudah tak dikenal lagi," ujar stoper yang muncul dari kompetisi internal Persib itu. 

Menurut Dahi, dukungan bobotoh berperan besar sehingga Persib tetap eksis sebagai klub papan atas di Tanah Air. Dahi merujuk militansi yang ditunjukkan bobotoh di setiap laga yang dimainkan Maung Bandung. Begitu pula di media sosial.

"Sepak bola saat ini sudah jadi industri. Selain materi pemain dan manajemen yang baik, faktor suporter juga tak bisa dinafikan," kata Dahi.

Sepanjang kariernya sebagai pemain Persib, Dahi mengungkapkan tak pernah dipusingkan oleh kritikan dari bobotoh saat bermain di bawah penampilan terbaiknya. Justru, kritikan itu membuatnya semakin termotivasi untuk meningkatkan kemampuannya, termasuk saat duduk manis dibangku cadangan pada lima musim pertamanya di Maung Bandung.

"Bagi saya, kritik itu adalah wujud cinta dan kebebasan berekspresi para bobotoh pada Persib Bandung. Tergantung bagaimana kita menyikapinya saja. Itulah mengapa saya menyarankan para pemain muda bijak dalam memilah kritikan," papar Dahi.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini

2 dari 2 halaman

Fenomena Tarkam

Pada kesempatan itu, Dahi juga melontarkan pendapatnya terkait fenomena pemain profesional Tanah Air yang aktif mengikuti turnamen tarkam untuk mengisi waktu sekaligus mencari tambahan penghasilan.

Menurut Dahi, dalam kondisi ekonomi yang sulit ditengah penundaan kompetisi, bermain tarkam sah-sah saja. "Ibaratnya mencari uang receh. Sebenarnya tergantung pemain itu sendiri. Karena bermain tarkam tak ada jaminan bila mendapat cedera," tutur Dahi.

Tapi, Dahi mengaku tak habis pikir bila dalam kondisi normal, ada pemain profesional yang digaji ratusan juta sampai miliaran rupiah masih bermain pada turnamen tarkam saat jeda kompetisi. Apalagi alasannya untuk menjaga kondisi.

"Bagi saya, alasan itu kurang masuk akal," tegas Dahi.

Dahi berharap para juniornya tetap sabar dan fokus pada profesinya sebagai pesepak bola seraya menunggu kondisi normal dan kompetisi kembali berputar.

"Situasi saat ini memang sulit akibat pandemi COVID-19. Jangankan di Indonesia, klub-klub elite di Eropa juga mengalami kebangkrutan sehingga terpaksa melakukan pemotongan gaji pemainnya," pungkas Dahi.

 

Video Populer

Foto Populer