Sukses


Rivalitas Unik Persela dan Persik, Ketika Eksistensi Mengalahkan Koleksi Trofi

Bola.com, Jakarta - Rivalitas selalu menarik dan tak akan habis untuk dikupas. Rivalitas pasti melibatkan fanatisme, emosi, dan harga diri. Begitu pula rivalitas Persela Lamongan dan Persik Kediri di sepak bola Indonesia.

Pada awal tahun 2000, saat era sepak bola profesional Indonesia bisa memakai kas daerah berasal dari APBD, klub-klub pun bermunculan bak jamur di musim hujan.

Khusus Jatim, Persik dan Persela mencuat berkah dari kucuran APBD tersebut. Tahun 2002 Persik lebih dulu promosi ke Divisi Utama, kasta tertinggi kompetisi Indonesia saat itu. Setahun berikutnya disusul Persela.

Klub yang berjulukan Macan Putih dan Laskar Jaka Tingkir itu menjadi kekuatan baru di Jatim dan Nasional. Di Jatim, keduanya memecah hegemoni Persebaya dan Arema yang lebih dulu memiliki puluhan ribu suporter fanatik dan rivalitas turun temurun.

Perbedaannya, rivalitas Persela dan Persik Kediri tak pernah merembet ke suporter yang berakibat tindak anarkis seperti dilakukan fans Persebaya dan Arema. Persaingan mereka dari sisi prestasi.

Video

2 dari 3 halaman

Perbandingan Prestasi

Bicara soal prestasi, Persik Kediri lebih unggul dibanding Persela. Lemari di sekretariat Persik penuh dengan piala. Klub bermarkas di Kota Kediri itu dua kali meraih gelar juara Divisi Utama 2003 dan 2006.

Belum piala juara Divisi II 2001 dan Divisi I 2002. Sedangkan Persela belum sekali pun mengangkat trofi bergengsi itu hingga kompetisi berganti label dari Divisi Utama ke ISL dan Liga 1.

Namun jangan salah. Untuk level U21, Persela mengungguli Persik Kediri. Dua musim beruntun 2013 dan 2014, Jaka Tingkir Muda jadi jawara. Prestasi anak-anak muda Lamongan ini belum pernah dicicipi bocah-bocah Kediri.

Seolah Persela tak pernah berhenti melahirkan talenta-talenta mumpuni. Pemain-pemain muda inilah sekarang jadi tulang punggung Persela. Sebaliknya sejak Persik mentas di sepakbola Indonesia 19 tahun lalu hanya segelintir talenta muda lokal yang muncul.

Untuk level regional, Persik dan Persela adalah pengoleksi gelar juara Piala Gubernur Jatim. Masing-masing lima kali sebagai kampiun.

 

3 dari 3 halaman

18 Tahun Eksis di Kasta Tertinggi

Yang menarik, kendati Persela belum sekali pun memakai mahkota kasta tertinggi, tim ini punya kebanggaan sendiri. Mereka tak pernah terdegradasi sejak promosi pada 18 tahun lalu.

Setiap kompetisi diputar, Persela identik dengan label tim semenjana. Mereka tertatih-tatih di perjalanan, namun selalu selamat dari jurang degradasi.

Meski Persela bukan klub kaya, namun mereka tak pernah punya pengalaman memalukan seperti dialami Persik pada 2015 yang dipailitkan PT LI. Karena manajemen menunggak gaji pelatih dan para pemain.

Bandingkan dengan Persik. Mereka pernah menjadi klub kaya raya pada jaman APBD. Persik juga boleh jemawa dengan dua kali juara Nasional.

Namun, klub yang didirikan pada tahun 1950 ini pernah dua kali terlempar dari gebyar kasta teratas. Bahkan pada 2018 Persik mengawali perjuangannya dari kasta terendah, Liga 3.

Pelatih Persela di Piala Menpora Didik Ludianto untuk menjaga kehormatan klub, dia sempat berseloroh usai timnya dipermak Persik di semifinal Piala Gubernur 2015 lalu.

"Tak apa-apa tahun ini (2015) kami gagal juara Piala Gubernur Jatim. Kami juga tak iri dengan Persik, karena belum pernah juara Indonesia. Tapi ingat, Persela belum pernah terdegradasi seperti Persik. Kami selalu eksis di level tertinggi," tuturnya.

Sebuah rivalitas yang unik. Penilaian sebuah prestasi tergantung dari sudut mana kita memandang. Menurut Persik koleksi puluhan trofi adalah bukti prestasi. Namun Persela menganggap eksistensi di kompetisi tertinggi sejatinya juga sebuah prestasi yang patut diapresiasi.

Video Populer

Foto Populer