Sukses


El Clasico Indonesia yang Sebenarnya: Persebaya Vs PSIS, Dari Zaman Baheula hingga BRI Liga 1

Bola.com, Jakarta - Persebaya Surabaya akan menjamu PSIS Semarang dalam laga pekan keenam BRI Liga 1 2021/2022 di Stadion Wibawa Mukti, Minggu (2/10/2021).

Duel Persebaya dan PSIS adalah satu di antara perseteruan klasik klub sepak bola di Liga Indonesia. Persaingan Mahesa Jenar dan Bajul Ijo sudah dimulai sejak era Perserikatan.

Berbicara gelar, Persebaya lebih banyak mengoleksi trofi dengan raihan lima kali juara pada 1950, 1951, 1952, 1975-1976, dan 1977-1978. Adapun PSIS hanya meraih satu-satunya gelar pada 1986-1987 dan Liga Indonesia 1998/1999.

Dua peristiwa yang paling besar ialah final Perserikatan 1987 dan Liga Indonesia V 1998/1999. Final Liga Indonesia V yang digelar di Stadion Klabat Manado menjadi pengulangan duel ulangan kedua tim di partai puncak.

Bola.com mengajak Anda bernostalgia duel klasik sepak bola Indonesia antra Persebaya Surabaya melawan PSIS Semarang.

2 dari 4 halaman

Episoden Pertama: Perserikatan

Pertarungan PSIS Vs Persebaya Surabaya episode pertama terjadi di Senayan, pada 11 Maret 1987 di final Perserikatan. Saat itulah, PSIS mendapat julukan Si Jago Becek, tapi menampilkan racikan total football ala Sartono Anwar.

PSIS, jika melawan Persebaya, selalu dalam posisi yang tidak dijagokan. Materi pemain jadi alasannya. Pada musim 1986/1987 pun demikian.

Persebaya adalah tim yang lebih banyak dihuni pemain top. Pada 1987, Persebaya diperkuat I Gede Putu Yasa, Rae Bawa, Mustaqim, hingga Budi Yohanis. Sementara PSIS diperkuat oleh FX. Tjahyono, Syaiful Amri, hingga Ribut Waidi.

PSIS menjelma sebagai tim kuat pada 1987, terutama dengan kehadiran sosok Ribut Waidi yang menjadi pemain paling berpengaruh di tim Kota Lumpia.

Musim 1987 adalah menjadi waktu yang paling bersejarah baginya. PSIS keluar sebagai juara Perserikatan yang kala itu diasuh Sartono Anwar. PSIS menjadi juara setelah mempecundangi Persebaya Surabaya dengan skor tipis 1-0, melalui gol Saiful Amri.

Meski tidak mencetak gol saat PSIS juara, Ribut Waidi terpilih sebagai pemain terbaik musim 1987. Perjalanan PSIS hingga bisa menjadi juara tak lepas dari kiprah sang pemain bernomor punggung 10 itu.

Tidak hanya bagi PSIS, Ribut Waidi juga mempersembahkan medali emas SEA Games pada tahun yang sama bersama Timnas Indonesia. Ia mencetak gol tunggal ke gawang Malaysia pada partai final. Selama berseragam Mahesa Jenar, Ribut Waidi mampu melesakkan 21 gol.

Sementara Budi Wahyono tidak bisa dilupakan begitu saja oleh publik sepak bola Semarang. Sama halnya dengan Ribut Waidi sebagai kompatriotnya di PSIS yang sama-sama merupakan pemain sayap.

Kecepatan dan akselerasi yang dimiliki Budi Wahyono cukup membuatnya sebagai pemain kunci PSIS pada saat menjuarai Perserikatan 1987. Ia beroperasi di sektor sayap kiri dan mampu mengoleksi total 30 gol selama berkostum PSIS.

3 dari 4 halaman

Episode Kedua: Liga Indonesia

Pada Liga Indonesia V, materi Persebaya tak kalah berkilau. Persebaya kala itu adalah gudangnya pemain lokal top. Mulai Aji Santoso, Uston Nawawi, Chairil Anwar, Anang Ma'ruf, hingga Hendro Kartiko.

Sementara materi PSIS biasa-biasa saja. Skuad arahan Edy Paryono itu diperkuat Tugiyo, Ally Shaha, Ebanda Timothy, Agung Setyabudi, Ali Sunan, hingga Bonggo Pribadi.

Tidak ada yang memprediksi PSIS bakal keluar sebagai juara, karena cukup kesulitan sejak penyisihan grup, babak 10 besar, hingga fase gugur. Menariknya, PSIS selalu bertemu Persebaya pada setiap fase yang sekaligus rival abadinya.

Gol semata wayang Tugiyo pada menit-menit akhir pertandingan, memastikan gelar PSIS. Sekaligus menjadi gelar trofi tertinggi kedua, yang sebelumnya pernah diraih pada tahun 1987.

Pada babak penyisihan, PSIS yang kala itu dilatih Eddy Paryono menduduki peringkat kedua di bawah Persebaya. Kemudian menembus fase 10 besar yang terbagi menjadi dua grup, lagi-lagi PSIS berada di bawah Persebaya.

Lolos ke semifinal, PSIS harus berhadapan dengan tim raksasa Persija Jakarta pada 1 April 1999 di Stadion Utama Senayan. Gol tunggal kemenangan PSIS ditentukan oleh Ebanda Timothy, yang sekaligus untuk mengenang tragedi Lenteng Agung yang menewaskan 11 anggota suporter PSIS.

"Jujur saja, kami juara saat itu ya di luar dugaan. Eddy Paryono menerapkan bola dari kaki ke kaki, seperti gaya permainan Italia. Lawan mau pressing seperti apa, kami diminta tetap tenang," ungkap Agung Setyabudi.

4 dari 4 halaman

Intip Posisi Tim Favoritmu

Video Populer

Foto Populer