Sukses


Pep Guardiola dan Jejak Juara Sejak Akhir Januari 2019

KETIKA Pep Guardiola datang ke Inggris, banyak kekhawatiran muncul, atau bisa juga meremehkan eks arsitek Barceona serta Bayern Munchen tersebut. Titik berat keraguan banyak orang terletak pada transfer gaya bermain ala Pep di Barcelona dan Bayern Munchen, sanggupkah menjadi senjata di Premier League?

Nyatanya, rasa khawatir itu benar-benar terjadi, setidaknya tercermin dari hasil akhir musim pertama. Dia terlihat kesulitan, dan seolah tak sanggup mengembangkan solusi dari pekan ke pekan. Alhasil, sang pemenang adalah golongan yang sudah memrediksi Pep Guardiola bakal kelimpungan, terhuyung lalu jatuh.

Namun, semua keraguan terhapus dengan apa yang telah terjadi di markas Brighton & Hove Albion. Venue berkapasitas 30 ribu orang tersebut menjadi saksi pembuktian kehebatan, kalau boleh dibilang kejeniusan, seorang Pep Guardiola menaklukkan satu di antara liga papan atas di kawasan Eropa tersebut.

Kemenangan anak asuhnya atas Brighton membuka mata banyak orang. Pada sisi lain, seharusnya tak ada lagi orang yang meragukan kualitas ramuan dan komunikasi personal Pep Guardiola dalam membangun tim.

Maklum, sejak gagal pada musim perdana bersama Manchester City, Pep Guardiola dianggap memiliki masalah besar pada dua segmen tersebut. Kala itu, ia dianggap masih kagok dalam memainkan kombinasi. Pada sisi lain, komunikasi dengan pihak internal serta pemain tak lancar, terutama sebelum kedatangan sang sekondan nan kompak; Txiki Begiristain.

Ajang pembuktian musim ini tak sekadar menorehkan tambahan trofi bagi Pep Guardiola. Lebih dari itu, kini ia sejajar dengan dua manajer legendaris, yakni Sir Alex Ferguson dan Jose Mourinho.

Pep Guardiola berkaitan dengan 'kelompok' eksklusif tersebut, karena memang berisi 3 nama, dalam pencapaian gelar. Yup, Pep Guardiola berhasil membawa Manchester City meraih back to back gelar Premiership, sesuatu yang sebelumnya hanya dicatat Sir Alex Ferguson dan Jose Mourinho.

 

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

2 dari 4 halaman

Ocehan Penyejuk

Sudah pasti, bisa berdiri sejajar dengan sosok duo legenda tersebut, perjalanan Pep Guardiola tak mudah. Gejolak, tekanan sampai kebijakan transfer klub, sempat menjadi ganjalan. Performa di lapangan juga menjadi bagian penting dari stress level tinggi ala Pep Guardiola.

Satu yang menjadi ikon musim ini adalah reaksi Pep Guardiola dari pinggir lapangan ketika mengetahui gol Raheem Sterling ke gawang Tottenham Hotspur pada pentas Liga Champions, digagalkan teknologi pembantu wasit atawa VAR. Saat itu, Pep Guardiola sampai duduk bersimpuh, meletakkan dua lutut sejajar dengan tumpuan dua kaki sebagai tempat duduk.

Kepalanya tertunduk, sementara itu, sang tangan secara refleks mengelus bagian tanpa rambut Pep Guardiola. Sampai pada akhirnya, tangan tersebut menutupi ekspresi kecewa Pep Guardiola, yang hebatnya masih bisa menahan emosi serta tak bereaksi berlebihan.

Namun, gara-gara aksi ikonik yang selaras dengan kegagalan Manchester City di panggung Liga Champions tersebut, saya mengira itulah satu di antara tonggak penting keberhasilan Manchester Biru menjadi jawara Premier League 2018-2019.

Ya, bagi saya, justru karena takluk dari The Spurs itulah membuat jalan Manchester City menguasai Premier League terbuka. Memang, tersingkir tetaplah menyakitkan, sama seperti ekspresi para pemain di ruang ganti yang terdiam, termangu, tertunduk sampai ada yang menangis.

Beruntung, Manchester City punya manajer sekelas Pep Guardiola, dan sang tangan kanannya, Manel Estiarte. Layaknya orang latin, kegagalan tak bisa membendung hasrat lain yang ada di depan mata.

Beberapa media mengungkapkan, sosok Direktur Sepak Bola Manchester City, yang juga karib Pep Guardiola, Txiki Begiristain dan kompatriotnya, Joan Patsy, turun langsung ke ruang ganti. Saat itu, dengan lantang Begiristain mengungkapkan target manajemen sudah berubah, dan wajib didapat jika ingin menjadi sebuah tim besar.

Bagi Begiristain, Liga Champions memang bergengsi, tapi nama mereka akan lebih tercatat jika sanggup finis di pentas Premiership, tepat di depan Liverpool. "Liga Champions sangat berat, ada saatnya nanti kita akan meraih ke sana. Sekarang, kita harus membahagiakan fans," kata Begiristain, setengah berteriak, yang nyatanya membuat suasana hati para pemain berangsur kembali, meski tak langsung 100 persen.

 

3 dari 4 halaman

Berkat Sikap CEO

Penyejuk juga datang dari CEO Manchester Ciy, Khaldoon Al Mubarak. Pada kesempatan yang sama, ia menegaskan agar Raheem Sterling dkk segera berbenah. "Ayo fokus ke Premier League. Kita sudah berada dalam lima pertandingan menuju sejarah," seru sang owner.

Frasa 'membuat ejarah' menjadi jualan utama Khaldoon guna memberi semangat. Bukan tanpa alasan, setidaknya jika berhasl menang, raihan back to back menjadi catatan fenomenal. Sebuah tantangan yang akhirnya menjadi kenyataan, seiring dengan rangkaian 19 pemecahan rekor yang dilakukan Manchester City sepanjang mnusim ini, setidaknya itulah catatan dari Opta dan BBC.

"Kita tak akan pernah sanggup mengontrol sepak bola secara keseluruhan. Bakal ada sebuah hari kita akan menjadi juara Liga Champions. Jadi, ayo berikan kemenangan liga, setelah Piala FA. Ini adalah musim yang luar biasa, dan jika bisa menyelesaikan dua ajang penting itu, kalian semua adalah Raja Inggris," jelas Khaldoon.

Efek dari ucapan Begiristain sampai Khaldoon langsung terlihat sehari setelah tersingkir dari Liga Champions. Ederson, yang menjadi sorotan tajam, berhasil tersenyum segar. Raheem Sterling dan Sergio Aguero kembali meminta rekan-rekannya bangkit secara keseluruhan agar bisa 'menaklukkan' ancaman Liverpool. Satu gambaran itu menjadi spirit yang membuat Manchester City berhak menjadi jawara di kompetisi domestik.

 

4 dari 4 halaman

Gara-Gara Newcastle United

Selain itu, bagi saya ada satu lagi momen kunci yang membuat Manchester City berhasil membuat fans Liverpool menangis. Hal itu terjadi pada akhir Januari 2019, tepatnya tanggal 29. Kala itu, Manchester City takluk 1-2 dari Newcastle United. Artinya, kekalahan itu menjadi yang ke-4 sepanjang musim bagi The Citizens.

Pada hari berikutnya, sang pesaing, Liverpool memiliki kesempatan memerlebar jarak menjadi tujun poin. Sayang, The Reds hanya sanggup berbagi gol 1-1 kontra Leicester City, yang membuat armada Jurgen Klopp hanya sanggup unggul 5 poin.

Setelah kekalahan mengejutkan dari Newcastle United, pasukan Pep Guardiola bangkit dengan raihan tiga kemenangan dalam rentang 8 hari. Raihan optimal tersebut tercipta berkat kemenangan atas Arsenal, Chelsea dan laga away ke markas Everton.

Lalu, pada 3 Maret 2019, Liverpool melakoni laga di markas Everton dengan selisih dua angka, namun punya tabungan satu pertandingan. Entah beruntung atau sudah menjadi penanda jalan bagi Manchester City, derby Merseyside tersebut berakhir imbang tanpa gol, dengan tersisa 8 pertandingan lagi. Sejak saat itu, mentalitas Sergio Aguero dkk sangat tinggi untuk bisa menyelesaikan musim sebagai juara.

Sejak saat itu, Pep Guardiola menganggap seluruh pertandingan sisa bak laga final. Satu-satunya kekalahan?, ya itu tadi, kontra Spurs di pentas Liga Champions. Selebihnya, tak ada yang sanggup menyenggol Manchester City.

Kini, setelah pesta juara di markas Brighton, seluruh pemain pasti bakal mengingat kembali apa yang pernah mereka rasakan saat takluk dari Newcastle United. Selain itu, kepala Sergio Agueo dkk juga bakal berisi kenangan kalimat penyemangat, mulai dari Begiristain sampai sang CEO, Khaldoon. It's Done, Sir!

Video Populer

Foto Populer