Sukses


Bos Yamaha MotoGP: Maverick Vinales Pembalap Berbakat, tapi Penuh Misteri

Bola.com, Jakarta - Kerja sama Maverick Vinales dan tim pabrikan Monster Energy Yamaha MotoGP dipastikan berakhir prematur. Kedua belah pihak harus mengakhiri kerja sama saat musim 2021 masih tersisa enam seri lagi.

Maverick Vinales sendiri sudah memperkuat tim pabrikan Yamaha sejak MotoGP 2017. Dalam kurun waktu tersebut, ia merasakan delapan kemenangan dengan catatan terbaik finis ketiga pada musim 2017 dan 2019.

Namun berulang kali meraih hasil bagus, bukan rahasia lagi, Maverick Vinales dikenal sebagai pembalap dengan tren performa inkonsistensi.

Pada sebuah balapan, ia bisa sangat kencang. Tapi balapan lainnya, ia begitu buruk. Contohnya ketika ia hanya finis posisi 19 MotoGP Jerman 2021, tapi seri berikutnya finis kedua di MotoGP Belanda.

Berbicara soal inkosistensi sosok Maverick Vinales, Lin Jarvis, Managing Director Yamaha Motor Racing membenarkannya. Namun sisi lain, ia tidak tahu penyebab eks pembalap Suzuki itu sering memperlihatkan tren performa seperti itu.

2 dari 3 halaman

Saran Lin Jarvis

Lin Javis secara terbuka mengatakan Maverick Vinales sebagai pembalap berbakat selama memperkuat Yamaha. Tapi satu sisi sebuah misteri melihat pembalap berusia 26 tahun itu seketika meredup pada sebuah balapan.

Oleh karena itulah, Lin Jarvis memiliki saran buat Maverick Vinales yang pada MotoGP 2022 akan mempekuat Aprilia. "Maverick sangat berbakat. Pada saat yang sama, ia penuh misteri," Lin Jarvis memberikan ulasan.

"Tetapi sangat penting baginya untuk merasa nyaman secara mental, kuat dan bahagia. Dia harus merasa bahwa dia berada di tempat yang tepat. Kemudian dia dapat menghasilkan hasil yang diinginkan," lanjutnya.

3 dari 3 halaman

Enggan Memaksakan

Lin Jarvis turut menceritakan dalam proses pemutuskan kontrak Maverick Vinales, Yamaha enggan membujuk sang pembalap untuk bertahan.

"Ketika kami merasa bahwa Maverick tidak lagi senang dengan kami, kami mencari solusi, seperti di masa lalu. Prinsip kami selalu tidak memaksa pembalap untuk tetap bertahan," Jarvis menuturkan.

"Jika seorang atlet sudah tidak senang, lebih baik dia meninggalkan kita. Ini lebih baik untuk tim, untuk pembalap dan semua orang yang terlibat," lanjutnya.

Sumber: Speedweek

Video Populer

Foto Populer