Sukses


6 Tunggal Putri yang Bisa Akhiri Dominasi China di Olimpiade

Bola.com, Jakarta - Sejak bulutangkis resmi dipertandingkan di Olimpiade pada 1992, China sudah memenangi 4 medali emas di nomor tunggal putri. Hanya Susi Susanti dari Indonesia pada Olimpiade 1992 dan Bang Soo Hyun dari Korea Selatan pada tahun 1996 yang bisa muncul di tengah dominasi China pada enam olimpiade terakhir.

Namun, Olimpiade Rio kali ini diprediksi lebih menarik dibanding sebelumnya. Selepas Olimpiade 2012, dominasi China  di nomor tunggal putri menyusut. Hal itu bisa dilihat dari hasil-hasil turnamen berlabel super series. 

Setelah pada 2012 berhasil memenangkan 8 superseries, pada 2015 China hanya merebut tiga gelar. Dua dari tiga titel tersebut dimenangi oleh Li Xuerui pada China Terbuka dan Denmark Terbuka.  

Tahun ini, tunggal putri China belum menjuarai apapun, meskipun berhasil lima kali menjejak final dari total 6 suprer series yang sudah berlangsung tahun ini.

Hal itu terjadi karena kekuatan di nomor tunggal putri semakin merata. China bakal diwakili dua tunggal putri terbaiknya, Wang Yihan (ranking 2) dan Li Xuerui (ranking 3). Kehadiran Carolina Marin dari Spanyol, Ratchanok Intanon dari Thailand, Nozomi Okuhara dari Jepang, Tai Tzu-ying dari Taiwan, Saina Nehwal dari India, Sung ji-Hung dari Korea Selatan, membuat nomor tunggal putri semakin kompetitif. Mereka pulalah yang berpotensi mengakhiri dominasi tunggal putri China di ajang olimpiade.  

Berikut ini 6 pebulutangkis putri yang berpotensi menjegal ambisi China meneruskan dominasinya di nomor tunggal putri pada Olimpiade Rio de Janeiro 2016

2 dari 7 halaman

1

Carolina Marin

Kehadiran Carolina Marin di nomor tunggal putra bisa dibilang sangat spesial. Dia menjadi pebulutangkis pertama asal Spanyol yang menduduki peringkat pertama dunia versi BWF. Tampilan Marin musim ini memang kurang begitu stabil, sehingga sempat kehilangan ranking satu dunia yang direbut Ratchanok Intanon. Namun, posisi bergengsi tersebut akhirnya kembali direbut Marin.

Salah satu prestasi Marin yang bisa jadi modal berharga untuk meraih medali emas olimpiade untuk kali pertama adalah gelar juara di ajang Kejuraan Eropa Bulutangkis.  Dia juga bagian dari sejarah All England, yang pada cabang tunggal wanita sudah didominasi oleh China selama 14 tahun. Carolina mematahkan dominasi tersebut dengan memenangkan medali emas pertamanya di All England pada tahun 2015.

Modal yang paling mentereng tentu saja dua trofi juara pada Kejuaraan Dunia 2014 dan 2015. Hal itu semakin mengukuhkan Marin sebagai kandidat favorit peraih medali emas Olimpiade Rio de Janeiro 2016. 

Bagi Carolina Marin, ini adalah partisipasi kedua di ajang Olimpiade, setelah di London pada 2012. Pada edisi tersebut dia langsung tersingkir pada laga pertama oleh pemain China, Li Xuerui. Namun, kali ini Marin diprediksi bakal melangkah lebih jauh, bahkan hingga partai final. Apalagi Marin juga terang-terangan mengungkapkan ambisinya di Olimpiade.

"Satu-satunya target saya di Olimpiade Rio de Janeiro adalah merebut medali emas. Bukan medali lainnya," kata Marin, saat ditanya impiannya di Olimpiade 2016.

 

3 dari 7 halaman

2

Ratchanok Intanon

Ratchanok menjadi bintang baru bulu tangkis dari Thailand setelah sekian lama bulutangkis Asia Tenggara didominasi oleh Malaysia dan Indonesia. Ratchanok sudah memenangi 3 superseries dalam kurun waktu 2015-2016, yakni Indonesia Terbuka dan Singapura terbuka.

Ratchanok Intanon adalah pujaan publik Thailand, dengan panggilan akrab Nong May. Pada 2013 dia menjadi juara dunia termuda. Dia juga sempat mencicipi ranking satu dunia seusai memenangi Singapura Terbuka 2016 pada April, namun kemudian turun ke peringkat keempat.  Tak heran, harapan mendulang medali emas di Olimpiade Rio untuk Thailand sekaligus mendobrak dominasi China tersampir di pundaknya.  

Cerita perjalanan karier Ratchanok juga sangat inspiratif. Orang tuanya bermigrasi ke Bangkok dari wilayah miskin di Thailand bagian utara, dan bekerja kasar di badminton centre. Pada saat orang tuanya bekerja, Ratchanok bermain bulutangkis. Bakatnya sudah terlihat sejak masih berusia enam tahun.  

Dalam sebuah wawancara dengan media di Bangkok, belum lama ini, dia mengaku 100 persen yakin bisa membawa pulang medali dari Olimpiade Rio. 

 

4 dari 7 halaman

3

Nozomi Okuhara

Nozomi Okuhara, seperti Carolina Marin, juga menjadi bagian dari sejarah bulutangkis Jepang. Dia adalah pebulutangkis pertama Jepang pertama yang berhasil memenangi gelar All England setelah 39 tahun. Gelar itu didapatnya pada 2016 setelah mengalahkan pebulutangkis China, Wang Shixian, 2-1.

Prestasi mentereng lain dari Okuhara adalah mejuarai Turnamen Super Series Final 2015. Di final dia menundukkan pemain China, Wang Yihan 22-20, 21-18. Hebatnya, dia juara tanpa kehilangan gim sepanjang turnamen. 

Okuhara yang menempati ranking enam dunia kini menjadi salah satu harapan Jepang untuk mendulang medali emas. Harapan publik Jepang semakin besar setelah salah satu andalan Jepang lainnya di nomor tunggal putra, Kento Momota gagal tampil di Olimpiade Rio akibat terlibat perjudian ilegal.

"Olimpiade sebelumnya (London 2012) didominasi China (lima gelar disapu bersih). Tapi, akhir-akhir ini para pemain dari berbagai negara berbeda bisa mengalahkan mereka dan saya juga yakin bisa melakukannya," kata Okuhara.

"Saya merasa bisa mengalahkan para pemain China dan memenangi emas olimpiade,"  

5 dari 7 halaman

4

Tai Tzu Ying

Pebulutangkis ini mengejutkan publik Indonesia setelah berhasil mengalahkan Wang Yihan pada partai final Indonesia Terbuka 2016. Dia juga menjadi atlet pertama yang mempersembahkan medali Asian Games untuk Taiwan dari cabang bulutangkis. Medali yang diraihnya adalah perunggu pada Asian Games 2014 di Seoul, yang masuk genggaman setelah mengalahkan Sung Ji Hyun dari Korea Selatan.

Saat ini Tai Tzu Ying menempati ranking delapan dunia BWF. Dia sempat merasakan berada di peringkat tiga dunia pada Agustus 2015, namun kemudian posisinya melorot karena penampilannya naik-turun dan direcoki cedera.

"Target dasar saya adalah memperbaiki hasil di Olimpiade London ketika saya masuk ke babak 16 besar," ujar Tai Tzu Ying, saat ditanya ambisinya pada Olimpiade Rio de Janeiro 2016. 

 

6 dari 7 halaman

5

Sung Ji-hyun

Pebulutangkis asal Korea Selatan ini sudah menghadapi 8 pebulutangkis asal China sepanjang karir profesionalnya, yakni Jiang Yanjiao, Li Xuerui, Liu Xin, Wang Shixian, Wang Yihan, Yao Xua dan Wang Lin.

Dia sudah mengalahkan Wang Yihan 3 kali dari 15 pertemuannya, dan dua diantaranya di partai final, yakni final Dubai World Superseries 2015 dan Li Ning BWF World Superseries 2011.

Tahun ini, pemain peringkat tujuh dunia tersebut memang belum memenangi gelar super series maupun All England. Namun, Sung Ji Hyun optimistis bisa menghentikan dominasi China berbekal pengalamannya tampil di Olimpiade London 2012. Saat itu dia gagal lolos dari fase grup.  

"Sekarang kami lebih berpengalaman dibanding saat di London. Itu adalah olimpiade pertama saya. Tapi sekarang saya merasa lebih baik dalam menangani tekanan dari pemain maupun suasana sekitar. Di ranking, Carolina Marin dan para pemain China berada di posisi lima besar dan mereka masih menjadi kekuatan utama di bulutangkis. Kami tak bisa mengabaikan mereka. Saya tahu harus melengkapi diri untuk menang atas para pemain China," kata Sung Ji-hyun. 

7 dari 7 halaman

6

Saina Nehwal

Bagi Saina Nehwal, Rio de Janeino 2016 bakal menjadi olimpiade ketiganya. Setelah menimba banyak pengalaman di dua olimpiade sebelumnya--meriah perunggu di Olimpiade London 2012, petenis India tentu lebih siap menghadapi tantangan di Brasil. 

Saina mencapai puncak performa pada 2015, dengan memenangi banyak gelar. Pertama, merebut gelar India Terbuka Grand Prix Gold dengan mengalahkan Carolina Marin di final. Dia juga menjadi pebulutangkis pertama India yang mencapai final All England, namun kalah dari Marin. Pada 29 Maret 2015, Saina menjuarai India Terbuka Super dengan menundukkan Ratchanok Intanon. Hal itu menggaransi posisinya di peringkat pertama dunia BWF. Saina pun menjadi pemain putri pertama India yang mampu merebut ranking satu dunia.  

Saina sempat direcoki cedera pada awal 2016, namun perlahan pulih. Selain meraih perunggu pada Kejuaraan Asia, dia juga menjadi kampiun Australia Terbuka. 

"Saya akan memperlalukan Olimpiade Rio seperti pertandingan-pertandingan lainnya. Saya akan fokus pada permainan. Saya merasa pada hari itu bakal fit 100 persen. Saya punya potensi untuk mengalahkan siapapun. Saya tak merasakan tekanan besar. Saat Anda sudah di lapangan, tak ada selain memberikan 100 persen kemampuan," kata Saina Nehwal. 

Sumber: berbagai sumber.  

Video Populer

Foto Populer