Sukses


Kolom: Saya Menjagokan Italia di Euro 2020

Oleh : Darojatun*

BICARA dan membahas soal kejuaran sepak bola antarnegara di Eropa yang satu ini, UEFA Euro Championship, selalu menggugah memori pahit-manis secara bersama-sama. Lebih dari dua dekade lalu, saya mengawali ulasan-ulasan resmi saya di ranah media sebagai jurnalis olahraga pada Euro 2000. Pada panggung besar di Belanda-Belgia itulah, saya menangisi kekalahan Italia dari Prancis di final lewat tragedi gol emas yang menyesakkan dada.

Aaturan gol emas, di mana pencetak gol pemecah skor imbang di babak extra time dinyatakan keluar sebagai pemenang, bertujuan mulia. Cara ini dianggap tepat agar bisa memancing kedua tim bermain ofensif ketimbang sekadar berjuang mempertahankan status quo guna menguji keberuntungan di fase adu tendangan penalti. Namun, dalam dua praktiknya di dua final Piala Eropa berturutan justru membuat laga pemuncak berujung hambar.

Antiklimaks pertama terjadi pada Euro '96 di Inggris kala Jerman menaklukkan Republik Ceska 2-1 lewat gol penentuan yang lahir dari kaki Oliver Bierhoff di menit ke-5 babak extra time. Sedangkan tangis saya pecah ketika empat tahun berikutnya Gli Azzurri takluk 1-2 akibat gol pamungkas David Trezeguet di menit ke-13 fase perpanjangan waktu.

Hati saya yang berbunga-bunga saat Marco Delvecchio membawa Timnas Italia unggul pada menit ke-55 langsung berkerut. Apa sebab ?, Yup semua itu tercipta ketika Sylvain Wiltord menyamakan kedudukan di injury time dan bak luka yang digarami, akhirnya Gli Azzurri terbunuh sebuah gol emas.

Alih-alih semua sepakat bahwa tim dengan determinasi kuat hingga akhir memang layak jadi pemenang, justru FIFA dan UEFA membuat keputusan. Dua institusi ini mengamini setiap tim seharusnya mendapatkan kesempatan membalas gol hingga pertandingan berjalan penuh, dan tidak dihentikan ketiga gol emas tercipta.

 

Video Euro 2020

2 dari 4 halaman

Piala Eropa 1988 Masih yang Terbaik

Sebagian besar, karena alasan itu jugalah kemudian aturan gol emas dihapus dan kembali ke format klasik dengan babak extra time berjalan penuh plus adu tendangan penalti bila skor tetap imbang. Jadi, perubahan diambil atas alasan sportivitas dan semangat bersaing hingga akhir, bukan sekadar lantaran protes dari pihak yang kalah.

Nah, bukan lantaran ingin mengobati luka lama juga jika penulis menjagokan Italia di panggung Euro 2020, yang digelar pada 2021 ini. Bila sekadar ingin mengikuti intuisi tanpa logika, saya akan menjagokan Belanda yang tampil greget dalam kejuaraan Eropa terbaik versi saya sendiri hingga kini, Piala Eropa 1988.

Timnas Italia hanya pernah menang sekali di kancah ini, yaitu pada 1968 dengan cara yang tidak terlalu mengesankan pula. Kala itu Azzurri unggul 2-0 atas Yugoslavia (yang kini pecah menjadi Serbia, Montenegro, Kosovo, Kroasia, dan Slovenia) dalam sebuah laga final ulangan lantaran duel final sesungguhnya sempat berakhir imbang 1-1 hingga 120 menit.

 

3 dari 4 halaman

Mancini Pas untuk European Touring

Dari 24 negara kontestan Euro 2020, yang digelar 11 kota di 11 negara ini, saya menjagokan Italia karena faktor sang pelatih, Roberto Mancini. Pria flamboyan berusia 56 tahun ini adalah figur 'Italiano' paling kosmopolitan yang pernah ada. Saat masih bermain sebagai striker, ia pernah mencicipi berbaju Leicester City, yang saat itu sangat tidak banyak dikenal orang.

Selepas memimpin Manchester City menjadi juara Premier League sebagai pelatih, di luar dugaan Mancio menerima pinangan Galatasaray untuk menjajal keganasan liga Turki. Puncaknya, saya sungguh terkejut ketika Mancini secara “brutal” keluar dari sangkar emas Serie A guna menyambangi Rusia dengan melatih Zenit Saint Petersburg, empat tahun silam.

Melihat sisi teknis sebagai pemain dan pelatih, tidak ada yang meragukan kapasitas pria asal Ancona di Italia tengah ini. Namun, kelenturannya yang mampu beradaptasi di tengah-tengah kultur dan geopolitik yang berbeda, penulis nilai sebagai kekuatan potensial yang luar biasa di tengah perebutan Piala Eropa berbasis format “european touring” kali ini (11 kota tuan rumah di 11 negara).

 

4 dari 4 halaman

Bursa Menjagokan Inggris

Ya, dengan berbagai kendala, termasuk pembatasan penonton karena pandemi Covid-19, dibutuhkan seorang leader yang “unik dan luar biasa” untuk merengkuh hasil terbaik. Panitia penyelenggara memutuskan hanya Puskas Arena di Budapest, Hungaria yang mendapat izin dijejali 100 persen penonton atau sekitar 67 ribu orang. Tentu, para penonton akan melalui saluran protokol kesehatan yang sangat ketat.

Pada sisi lain, hanya satu stadion tersebut membuat ingar bingar turnamen pada akhirnya hanya terasa “di rumah saja”, semua itu tanpa sokongan yang terasa geliatnya secara langsung oleh negara-negara kontestan.

Kembali ke Timnas Italia, berbekal poros Leonardo Bonucci, Marco Verratti, Andrea Belotti sebagai pilar kerangka, penulis meyakini ketahanan Giacomo Raspadori dkk. untuk menyelesaikan european touring sebagai juara sangatlah kuat. Mereka layak jadi juara di tengah situasi yang sungguh-sungguh luar biasa ini.

Tanpa sentimen utara versus selatan yang banyak mengisi benak dan hati orang Italia, tantangan berat ada di depan Mancini. Mancio, kelahiran wilayah tengah negara berbentuk kaki menendang bola itu, akan menjadi perekat tidak hanya Italia tapi juga untuk Eropa.

Well, Italia sebenarnya ada di posisi unggulan kelima di bawah Inggris yang dijagikan banyak bursa prediksi, Prancis, Belgia dan Spanyol (Belanda malah hanya ada di posisi ke-8). Namun, hati dan pikiran penulis tetap mengunggulkan tim negeri pizza itu.

Mari simak bersama Euro 2020 ini dari rumah saja, pembaca. Semoga european touring ini tidak menyajikan partai final yang antiklimaks karena faktor kelelahan dan aura stadion yang setengah penuh.

end

*Penulis adalah wartawan, VP Operations dan Editor in Chief untuk Bola.com serta Bola.net, kolom ini berisi wawasan pribadi yang terlepas dari sikap kolektif insitusi.

Video Populer

Foto Populer