Sukses


Mengenal Pasutri Pengembang Vaksin COVID-19, Keturunan Imigran yang Sempat Diremehkan

Bola.com, Jakarta - Dua tahun lalu Dr. Ugur Sahin tampil pada sebuah panggung konferensi di Berlin. Ketika itu, Dr Ugur Sahin berbicara kepada banyak ahli penyakit menular dan membuat prediksi yang sangat berani.

Dr. Ugur Sahin mengatakan, perusahaan miliknya yakni BioNTech, mungkin dapat menggunakan apa yang disebut teknologi messenger RNA untuk mengembangkan vaksin secara cepat jika terjadi pandemi global. Ketika itu, Dr. Ugur Sahin dipandang sebelah mata mengingat BioNTech merupakan perusahaan rintisan bioteknologi di Eropa yang tak begitu dikenal.

Namun, semuanya berbalik drastis saat pandemi COVID-19 menyerang dunia pada awal 2020. BioNTech digandeng mitranya asal Amerika Serikat, Pfizer, saat ini menjadi harapan dunia dalam pembuatan vaksin COVID-19.

Membuat vaksin COVID-19 tidak pernah diprediksi sebelumnya oleh BioNTech. Maklum, BioNTech yang didirikan Dr. Ugur Sahin dan istrinya, Dr. Ozlem Tureci, selama ini fokus pada pengembangan obat untuk perawatan kanker.

Dr. Ugur Sahin dan tim peneliti di BioNTech mulai mengerjakan vaksin COVID-19 pada Januari 2020, jauh sebelum pandemi menyerbu penjuru dunia. Ketika itu, sejatinya para ilmuwan di BioNTech melakoni liburan musim dingin yang terpaksa dibatalkan demi mengerjakan proyek vaksin yang diberi nama Lightspeed itu.

"Tidak banyak perusahaan di planet ini yang memiliki kapasitas dan kompetensi untuk melakukannya secepat yang kami bisa," kata Dr. Ugur Sahin dalam sebuah wawancara seperti dikutip New York Times.

"Jadi rasanya bukan seperti kesempatan, akan tetapi kewajiban untuk melakukannya. Saya menyadari kita bisa menjadi orang pertama yang mendapatkan vaksin," tegas Dr. Ugur Sahin.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 3 halaman

Ilmuwan dan Imigran

Dr. Ugur Sahin lahir di Iskenderun, Turki, pada 19 September 1965. Ketika usianya menginjak 4 tahun, keluarga Dr. Ugur Sahin melakukan migrasi ke Cologne, Jerman. Orang tua Dr. Ugur Sahin ketika itu bekerja di pabrik mobil, Ford.

Ugur Sahin kemudian tumbuh besar dan memiliki cita-cita menjadi dokter. Cita-cita itu diwujudkanya setelah lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Cologne. Pada 1993, Ugur Sahin, berhasil menyabet gelar doktor dari universitas yang sama setelah menyelesaikan studi mengenai imunoterapi pada sel tumor.

Pada awal kariernya, Ugur Sahin bertemu dengan Dr. Tureci, yang merupakan putri seorang dokter asal Turki yang juga bermigrasi ke Jerman. Takdir kemudian menyatukan keduanya dalam ikatan pernikahan. Bahkan, setelah resepsi pernikahan keduanya langsung kembali ke lab untuk melakukan penelitian.

Pasangan ini awalnya berfokus pada penelitian dan mengajar di Universitas Zurich. Dr. Sahin ketika itu bekerja di laboratorium Rolf Zinkernagel dan berhasil meraih Hadiah Nobel tahun 1996 dalam bidang kedokteran.

Pada 2001, Dr. Sahin dan Dr. Tureci kemudian mendirikan Ganymed Pharmaceuticals. Mereka fokus mengembangkan obat untuk mengobati kanker dengan menggunakan antibodi monoklonal.

Hingga akhirnya pada 2008 keduanya mendirikan BioNTech. Tujuannya adalah menggunakan teknologi yang lebih canggih, termasuk messenger RNA untuk mengobati kanker.

"Kami ingin membangun perusahaan farmasi besar di Eropa," kata Dr. Sahin dalam wawancara dengan surat kabar lokal, Wiesbaden Courier.

Sejak saat itulah Dr. Sahin mulai menjalin persahabatan dengan Albert Bourla, CEO Pfizer, yang merupakan imigran dari Yunani. Kedekatan antarimigran dan latar belakang ilmuwan mendasari keduanya untuk membuat vaksin COVID-19.

"Kami menyadari, dia berasal dari Yunani dan saya dari Turki. Kedekatan itu sudah sangat pribadi sejak awal," ucap Dr. Sahin.

3 dari 3 halaman

Selangkah Lagi

Impian Dr Ugur Sahin untuk mengembangkan vaksin secara cepat jika terjadi pandemi global selangkah lagi menjadi kenyataan. Saat ini, vaksin COVID-19 yang dikembangkan oleh perusahaan miliknya, BioNTech dan mitranya asal Amerika Serikat, Pfizer, siap dilepas ke publik.

Dalam penelitian terbaru yang dipublikasikan pada Rabu (18/11/2020), vaksin BioNTech dan Pfizer mencapai tingkat efektivitas mencegah COVID-19 sampai 95 persen. Pencapaian lebih efektif dari yang diperkirakan pada penelitian sebelumnya.

"Hasil studi ini menandai langkah penting dalam perjalanan selama delapan bulan bersejarah ini untuk menghasilkan vaksin yang mampu membantu mengakhiri pandemi ini," kata CEO PFizer, Dr. Albert Bourla, seperti dikutip NBC News, Rabu (18/11/2020).

BioNTech dan Pfizer saat ini sedang mengurus regulasi agar vaksin COVID-19 itu bisa segera dilepas ke publik dengan tujuan penggunaan darurat.

Rencananya, vaksin COVID-19 ini baru diedarkan di Amerika Serikat dan Uni Eropa dengan target 50 juta dosis sampai pengujung 2020. "Ini akan menjadi awal dari berakhirnya era COVID-19," tegas Dr. Sahin.

Video Populer

Foto Populer