Sukses


Match Fixing dan Perjudian Mencederai Integritas dan Sportivitas Pebulutangkis Indonesia

Bola.com, Solo - Delapan pebulutangkis Indonesia tersandung kasus skandal match fixing dan perjudian. Alhasil, Federasi Bulutangkis Dunia (BWF) tegas memberikan hukuman.

Baru-baru ini, melalui dokumen yang dipublikasikan dalam situs resminya, BWF menjelaskan kronologi secara detail, dakwaan, dan hukuman bagi masing-masing pebulutangkis Indonesia itu.

Mereka yang tersandung dalam kasus match fixing ini adalah Hendra Tandjaya, Ivandi Danang, Androw Yunanto, Sekartaji Putri, Mia Mawarti, Fadila Afni, Aditiya Dwiantoro, dan Agriprinna Prima Rahmanto Putra.

BWF mengetahui masalah ini karena laporan seorang whistleblower. Unit Integritas BWF kemudian mulai melakukan investigasi dan melakukan wawancara terhadap pelaku terkait masalah tersebut. Kedelapan pemain tersebut sempat diskors pada Januari 2020, hingga keputusan dapat dibuat melalui proses dengar pendapat.

Dalam dokumen BWF disebutkan skandal match fixing dan perjudian bulutangkis itu terjadi dalam kurun waktu 2015 hingga 2017. Selain delapan atlet Indonesia, ada juga satu pemain Malaysia yang diduga korup.

Pertandingan-pertandingan yang terlibat dalam manipulasi tersebut, antara lain pada Skotlandia Terbuka 2015, Hong Kong Terbuka 2016, Makau Terbuka 2016, Syed Modi Internasional Badminton Championship 2017, Chinese Taipei 2017, US Open Grand Prix 2017, Sky City New Zaeland Open 2017, dan Vietnam Open 2017.

Adapun bentuk hukuman yang bakal diterima mereka di antaranya adalah larangan berkecimpung dalam pertandingan bulutangkis seumur hidup dan sebagian lainnya dalam beberapa tahun ke depan. Sesuai Prosedur Yudisial, kedelapan atlet itu memiliki hak untuk mengajukan banding ke Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS) dalam waktu 21 hari sejak pemberitahuan keputusan yang beralasan.

Situasi tersebut membuat lingkungan pengurus Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) prihatin. Ketua PBSI Kota Solo, Susanto Liem, mengatakan bahwa olahraga bulutangkis Indonesia sedang mengalami masalah besar dengan kasus match fixing yang dilakukan delapan atlet ini.

"Menurut saya, pengaturan dan perjudian dalam pertandingan bulutangkis mencederai nilai sportivitas olahraga. Sangat prihatin dengan kasus yang memalukan tersebut," ujar Susanto kepada Bola.com, Minggu (10/1/2021).

Video

2 dari 2 halaman

Perhatian Khusus

Menurutnya, Pengurus Pusat PBSI maupun para pendidik olahraga bulutangkis di seluruh daerah punya pekerjaan rumah yang besar, imbas dari kasus yang menimpa delapan atlet bulutangkis Indonesia.

Termasuk klub-klub bulutangkis yang tersebar hingga perkumpulan bulutangkis (PB) yang mencetak atlet handal, wajib membuat anak didiknya berkarakter kuat. Setidaknya selalu memiliki rasa untuk menjunjung tinggi sportivitas.

"Masalah ini mesti menjadi perhatian bagi pembina bulutangkis mulai dari tingkat yang paling kecil seperti klub. Untuk selalu mengajarkan atletnya memperhatikan dan menjunjung tinggi nilai-nilai integritas dan sportivitas dalam bulutangkis," jelas Susanto.

Video Populer

Foto Populer