Sukses


Varian Baru Virus Corona Masih Mengintai, Wajib Waspada dan Tetap Patuhi Protokol Kesehatan

"Saya mengimbau untuk tidak perlu khawatir, karena ditemukan dua kasus positif mutasi virus corona dari Inggris atau B117."

Bola.com, Jakarta - Ucapan tersebut terlontar dari mulut Presiden Jokowi pada 4 Maret 2021. Ketika itu, Presiden Jokowi mengumumkan telah ditemukan dua kasus varian baru virus corona, B117, di Tanah Air.

Mutasi virus corona tersebut menjangkiti dua warga Karawang, Jawa Barat yang baru saja melakukan perjalanan internasional menggunakan penerbangan Qatar Airways dari Arab Saudi.

Pasca-terdeteksinya dua kasus baru tersebut, pemeritah Indonesia memutuskan untuk memperketat kedatangan pelaku perjalanan dari luar negeri, terutama yang berasal dari Inggris. Tetapi pada akhirnya, kebijakan tersebut menjadi sia-sia.

Sampai kini, sudah ada 18 kasus B117 yang tersebar di berbagai penjuru Indonesia, mulai dari Jakarta, Bali, Palembang, Balikpapan, hingga Medan. Tak hanya B117, mutasi SARS-CoV-2 lainnya sudah teridentifikasi di Indonesia, yakni B1351 dan B1617.

Berdasarkan laporan dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan, sudah ada empat kasus B1351 dan 32 kasus B1617 di Indonesia. Dengan begitu, total terdapat 54 kasus Variant of Concern (VoC) di Indonesia.

Sebagai informasi, Variant of Concern atau VoC adalah varian yang memiliki mutasi yang bisa memengaruhi kemampuan penularan, kepekaan alat tes, tingkat keparahan gejala, hingga kemampuan virus menghindar dari sistem kekebalan tubuh. Mayoritas sebaran kasus VoC berasal dari perjalanan keluar negeri atau imported case.

Lantas, apa itu B117, B1351, dan B1617 serta seberapa parah varian baru virus corona tersebut? Berikut ini adalah ulasannya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Mengenal B117, B1351, dan B1617

B117 yang disebut juga 20I/501Y.V1 pertama kali ditemukan di Inggris Raya pada September 2020. Berdasarkan hasil penelitian, B117 lebih cepat menyebar sekitar 40 sampai 80 persen daripada varian aslinya, SARS-CoV-2.

Meski begitu, virus yang juga dikenal dengan nama varian Inggris itu tidak lebih mematikan dibandingkan yang sebelumnya. Sampai saat ini, B117 terdeteksi sudah menyebar di lebih dari 100 negara di dunia.

"Belum ada hasil penelitian yang mengatakan bahwa varian ini lebih ganas dan menyebabkan sakit yang lebih parah. Virus ini tetap dapat di deteksi dengan swab antigen dan swab PCR," ujar Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemenkes, dr. Slamet, MHP.

Sementara itu, B1351 pertama kali ditemukan di Teluk Mandela, Afrika Selatan pada awal Oktober 2020. Sejak terungkap ke publik, mutasi baru virus corona tersebut dengan cepat menyebar hingga ke-97 negara di dunia, satu di antaranya adalah Amerika Serikat.

Berdasarkan hasil penelitian, B1351 berbagi mutasi dengan B117 dan memengaruhi netralisasi beberapa antibodi. Varian baru dari Benua Afrika itu juga bisa memperparah penyakit pasien dengan lebih cepat.

Adapun varian B1617 pertama kali terdeteksi di India pada 1 Desember 2020. Varian ini juga disebut sebagai mutan ganda karena bermutasi dari dua varian virus yakni E484Q yang berasal dari Afrika Selatan dan Brasil serta L452R dari California.

Akibat adanya mutasi kedua virus tersebut, varian B1617 lebih mudah menyebar dibandingkan yang sebelumnya. Pasalnya, mutasi E484Q membuat virus memiliki pengikatan sel yang lebih baik dibanding sebelumnya, adapun L425R meningkatkan transmisi virus dan mengurangi kemanjuran antibodi.

Alhasil, varian B1617 menyebar dengan cepat di India, bahkan hingga mengakibatkan tsunami COVID-19. Tak hanya itu, varian B1617 dikhawatirkan bisa berdampak pada kemanjuran vaksin. Hal tersebut diutarakan Imunolog Dr Alain Lamarre dari Institut national de la recherche scientifique (INRS), Kanada.

Akan tetapi, klaim tersebut masih harus dilakukan pembuktian lebih lanjut. Hingga kini, Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, varian B1617 telah tersebar di 17 negara.

 

3 dari 3 halaman

Ayo, Patuhi Protokol Kesehatan

Sampai saat ini, ketiga varian virus corona tersebut masih menyebar ke berbagai negara termasuk Indonesia. Oleh karena itu, penerapan protokol kesehatan 5M sangat penting dilakukan, yakni mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas.

"Sejak pertemuan kita terakhir enam bulan yang lalu, belum ada tanda-tanda pandemi akan segera berakhir," ujar Presiden Jokowi melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden, Jumat (21/5/2021).

"Dokter Tedros Dirjen WHO menyampaikan bahwa pada tahun kedua pandemi dampaknya bisa jauh lebih mematikan dibanding tahun pertama. Perkembangan varian-varian baru virus Covid-19 menjadi tantangan tersendiri bagi dunia," lanjutnya.

Selain mematuhi protokol kesehatan, pandemi COVID-19 ini bisa berakhir dengan mendukung gerakan vaksin. Sayangnya, kesenjangan global atas akses vaksin masih terjadi. Negara dengan berpenghasilan rendah hanya mendapatkan 0,3 persen dosis vaksin global, sedangkan negara-negara kaya memperoleh 83 persen.

"Sementara negara berkembang hanya terima 17 persen untuk 47 persen populasi dunia. Saya harus kembali mengingatkan kita semua bahwa kita hanya akan betul-betul pulih dan aman dari Covid-19 jika semua negara juga telah pulih," tutur mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.

Video Populer

Foto Populer